SELAMAT HARI RAYA WAISAK 2554
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa
Sekelompok anak muda berkumpul tepat di penghujung batas titik-titik embun kekerdilan hati yang sudah pergi satu jam lalu. Selembar kain berwarna putih dibentang melambangkan perdamaian abadi dan pena-pena mereka mereka mulai menari. Kedatangan para remaja ini cukup terorganisasi. Mereka didukung oleh YKAI dan UNICEF, organisasi sipil anak nasional dan internasional. Para remaja ini datang untuk menunjukkan pada dunia, mereka juga ikut peduli.
ADITYA GILANK PRATAMA
Tinggi semampai. Hidungnya sedikit mancung dengan kulit warna sawo matang. Lelaki berkacamata ini, sepintas terlihat masih seperti siswa SMP. Penampilannya yang khas dan bersahaja, namun penuh kelembutan, tak tergambar bahwa dia seorang penulis muda yang sangat produktif dan selalu berada di garis depan untuk menyuarakan hak-hak anak bersama kawan-kawannya di KREATif.
Dialah Aditya Gilank Pratama, pemuda imut-imut dengan rambut cepak yang sekarang menjabat sebagai ketua KREATif periode 2009-2010. Dia mengepalai KREATif Pusat (DKI Jakarta), serta mengkoordinir cabang dan ranting KREATif yang tersebar di sejumlah
Adit, begitu sapaan akrabnya, memang mudah bergaul dan cepat akrab dengan siapa saja. Senyum ramahnya akan menyapa siapa pun yang ditemuinya. Di balik keakrabannya, lelaki yang merupakan putra tunggal Ibu Tri Astuti ini adalah seorang yang gigih dan keras hati untuk menggapai keinginannya.
Hal itu terlihat dari caranya mengatur kegiatan di komunitasnya, dan tampak dari prestasinya yang cepat 'meloncat'.
Dia merupakan salah satu dari para Penulis Muda Indonesia yang memprakarsai berdirinya KREATif (Komunitas Remaja Pena Anak Kreatif) pada “Creative Writing Workshop” yang diadakan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) tanggal 27 November 2007 di Gedung BK3S, Menteng. Saat itu dia menjabat sebagai Wakil Ketua KREATif periode 2007-2008. Kemudian kembali terpilih pada periode 2008-2009 untuk jabatan yang sama. Ketika dia diberi tanggung jawab melakukan sesuatu, dia berusaha untuk melakukan sebaik-baiknya. Bahkan, dalam waktu singkat, dia diberi tanggung jawab yang lebih besar lagi, menjadi ketua KREATif periode 2009-2010.
Pada 2007, dia termasuk One of the best Indonesian Young Writers (UNICEF Award), dengan naskahnya yang berjudul: “Kesetaraan Gender Dimulai Dari Sekolah dan Rumah (2007)”. Dan naskahnya ini dimuat dalam buku “Ada Arjuna, Ada Srikandi. Ada Superman, Ada Wonderwoman” bersama 19 penulis muda
“Dua tahun berjalan, saya kembali menjadi One of the best Indonesian Young Writers 2009," tutur Adit dengan bola mata berbinar-binar.
Kali ini naskahnya yang berjudul “Aku Ingin Menjadi Presiden Yang Ceria” akan dibukukan dalam buku “Pelangi Pemimpinku” yang terbit Mei 2010.
Sebagai orang yang bertanggungjawab untuk mengembangkan komunitas berskala nasional dengan dua fokus utama; suara anak dan penulis muda, yang hampir sama targetnya, dia selalu mengikuti perkembangan karakter si ‘objek’ .
Satu fokus, penulis muda, digambarkan sebagai komitmen tinggi terhadap bidang kepenulisan. Adapun, suara anak, untuk menjangkau anak-anak yang mempunyai karakter selalu tampil natural, sehingga diperlukan rasa percaya diri yang tinggi, serta mempunyai kreativitas tinggi. Untuk itulah, KREATif ada untuk menyuarakan hak-hak anak melalui tulisan.
Remaja yang lahir di Jakarta tanggal 18 Oktober 1993 ini, terus menambah wawasannya dengan mengikuti dunia anak muda. Dia mencari informasi tentang hang out anak muda, ikut tweeter, facebook, sampai berdiskusi dengan pengurus parlemen remaja di berbagai belahan dunia.
Selain itu, lelaki yang pernah menjadi salah satu delegasi Indonesia dalam International Youth Forum 21-24 Oktober 2009 di Hotel Millenium Jakarta ini, juga menambah wawasannya dengan banyak membaca buku, nonton film, traveling dan senang sesuatu yang baru.
Kegiatannya tidak hanya seputar menyuarakan hak-hak anak lewat tulisan, tapi juga mengasah bakat seninya di dunia teater. Dia selalu berupaya menampilkan yang terbaik, baik buat dirinya sendiri maupun untuk grup teater tempat dia bernaung. Dia cenderung tidak bisa diam, dan selalu melakukan inovasi baru dalam bakat yang digelutinya. Itu terbukti dalam Festival Seni Siswa Nasional 2009, ia mendapat penghargaan berupa medali emas.
Selain yang telah dipaparkan di atas, siswa multi talenta yang pernah menempuh pendidikan di SMA Negeri 78 Jakarta, SMP Negeri 89 Jakarta, SD Negeri Jelambar Baru, dan TK Putra Bangsa ini, juga memiliki sederet prestasi lainnya yang tak kalah dahsyat:
Dan pada Ujian Nasional 2010 ini, penggalan naskah dramanya yang berjudul “Ayah-Ayah Cinta”, menjadi bahan soal UAN SMA di wilayah Indonesia Timur.
Mendapat manfaat akibat memberi manfaat kepada orang lain adalah hal yang paling dia sukai. Karena itu, Adit terus menulis dan membangkitkan semangat untuk memperluas cakrawala pandang. Dampaknya, setiap orang akan memberi komentar dan kritik atas tulisan-tulisannya. Tak ada pengalaman buruk, semua hanyalah pelajaran untuk hidupnya. Semua pujian adalah karena orang-orang yang membiarkannya tetap hidup dan semakin berkembang.
Pada sesi tanya jawab, ada peserta bertanya tentang seluk beluk kepenulisan dan pengalaman narasumber dalam menghasilkan karya-karyanya, kiat-kiat mengembangkan potensi diri, bagaimana memulai kegiatan menulis dan beberapa pertanyaan lain yang semuanya dijawab dengan baik dan memuaskan oleh narasumber.
Ke depan, semoga kegiatan serupa semakin sering diadakan dengan variasi materi dari berbagai bidang. Hal ini akan sangat berguna untuk menambah wawasan dan kemampuan para remaja.
Memang, meningkatkan kompetensi dan kreativitas dalam menulis tidak mungkin dicipta dalam sekejap mata. Diperlukan langkah progresif setahap demi setahap.
Ruang sudah disediakan, kesempatan sudah diberikan. Mulai dari diri sendiri.
Bedah cerpen dan belajar dari kesalahan ketika menulis cerpen, penting sekali. Tanpa itu, hanya akan seperti dialog kepenulisan saja. Setiap penulis biasanya punya kesalahan khas dan unik. Beda dengan penulis lain.
Karenanya, memiliki cerpen yang dibedah oleh orang lain dan ditunjuki kesalahan-kesalahan khasnya, menjadi sangat perlu dan bisa membantu kita sebagai penulis untuk tidak melakukan kesalahan serupa di masa depan.
Dan…
Tidak sekedar belajar menulis cerpen, tetapi berkesempatan berlatih bersama menulis skenario yang memenuhi standar idealis komersial dan layak dipresentasikan kepada khalayak.
Ikuti Kelas Menulis KREATif, yang diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal : Minggu, 9 Mei 2010
Pukul : 09.00 WIB
Tempat: Yayasan Kesejahteraan Anak
Materi : Penulisan Cerpen dan Skenario
GRATIS!!!
Bawa cerpen buatan sendiri, bagi yang ingin dibedah bersama!
Gak bawa pun gak apa-apa kok, hehe
Cepetan daftar melalui KREATif SMS Centre: 0817828230.
Pesertanya dibatasi supaya intensif.
Makasih yah ^_^
KREATif berangkat dari YKAI lebih kurang pukul 12:00 WIB dengan didampingi oleh sejumlah pembimbing KREATif: Bunda Susan, Bunda Aya, dan Kak Ayu.
Acara berjalan sangat lancar dan menyenangkan, dengan acara terdiri dari: Sosialiasasi Undang-Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak, serta Sosialisasi budaya menulis. Suasana yang terasa adalah kebersamaan, riang gembira, saling berbagi kasih. Kepala Lapas menyatakan bahwa kunjungan-kunjungan seperti inilah yang semoga dapat merubah stigma di masyarakat bahwa Lapas Anak adalah tempat menyeramkan dan menakutkan. Apalagi andikpas-andikpas ini masih anak-anak yang jelas-jelas masih memiliki (dan sangat punya hak) terhadap masa depan mereka yang sama dengan anak-anak di luar Lapas. Kepala Lapas sangat berterima kasih dengan kunjungan ini, dimana KREATif juga menyatakan terima kasih telah diterima dan diberi kesempatan melihat sendiri suasana Lapas,
Rombongan KREATif berdialog dengan para sipir, anak didik serta melihat secara langsung kegiatan serta sejumlah fasilitas yang ada di dalam Lapas. Salah satunya adalah sarana pendidikan. Di samping mata pelajaran yang lazim diajarkan di SD dan SMP, pihak Lapas memberi porsi yang khusus pada pendidikan agama sebagai upaya perbaikan dan pengembangan moral warga binaan. Caranya adalah dengan melakukan kerjasama dengan beberapa pondok pesantren agar mengirimkan tenaga pengajarnya.
Dalam kunjungan tersebut, KREATif juga melihat ruang-ruang yang ada, antara lain: rumah pintar, pojok curhat, kelas musik, keterampilan, dan bengkel.
Di Lapas Anak Pria, jumlah andikpas mencapai 135 orang. Sedangkan di Lapas Anak Wanita, andikpasnya hanya 13 orang.
Bagi KREATif, kunjungan ini tak sekadar menjadi kunjungan, tetapi juga menjadi kunjungan yang paling mengharukan.
Wara dan Woro, dua pelajar SMA yang ikut serta dalam rombongan KREATif, kali pertama mengikuti kegiatan sosial di Lapas, membayangkan suasana 'penjara' anak-anak itu teramat menyeramkan. Awalnya, mereka
mengira akan bertemu wajah-wajah sangar dan sikap brutal para
penghuni. Ternyata, setelah
langsung dengan mereka, keduanya bisa tersenyum.
" Tak seperti bayangan saya, ternyata mereka ramah dan bersahabat," ujar Wara.
Ya, mereka memang ramah dan sangat bersahabat. Sikap yang mereka tunjukkan, seolah menghilangkan kesan brutal fisik sebagian mereka yang terlihat 'berbeda' dari anak-anak biasa.
Banyak catatan menarik di sini. Salah satunya ada empat anak di bawah 12 tahun yang menjalani hukuman di Lapas itu. Patrialis Akbar (Menteri hukum dan HAM), pernah menuturkan, anak di bawah usia 12 tahun seharusnya tidak menjadi tahanan atau anak didik di Lapas, namun sebagai anak negara atau dikembalikan kepada orang tuanya. Ia juga menjelaskan, terjadi kesalahan pada prosedur penegakan hukum terhadap anak di bawah usia 12 tahun untuk menjalani tahanan di Lapas.
Empat anak berusia kurang dari 12 tahun yang menjadi anak didik di Lapas Anak Pria tersebut, yakni Surya, Deden Febriansyah, Yusuf dan Ilham karena terlibat berbagai kasus.
Tak ada yang menyalahkan lembaga ataupun institusi mana pun terkait dengan persoalan anak di bawah usia 12 tahun yang menghuni Lapas. Pihak lapas hanyalah sebagai penampung. Lapas tidak bisa diberi sanksi sehubungan persoalan itu karena Lapas hanya sebagai pelaksana dari sebuah proses peradilan.
Sekali lagi, KREATif sampaikan bahwa Lapas Anak sangat jauh dari kesan menakutkan dan menyeramkan. Malah yang tertinggal adalah bayangan andikpas-andikpas yang ceria, bergembira dan santun.
KREATif mengucapkan terima kasih yang luar biasa atas partisipasi teman-teman, baik yang memberikan sumbangan, yang ikut hadir, maupun yang ikut membantu dengan doa, dukungan, dan semangat.
Semoga acara seperti ini dapat berlangsung kembali di hari-hari mendatang.
Terima kasih banyak,,,
Salam Penulis Muda
VERA ASTUTI
Adalah putri pertama pasangan Bapak Edi Karta dan Ibu Olis Setiawati yang lahir di Sukabumi, 10 April 1991.
Dengan optimisme dan upaya sungguh-sungguh, ia dapat menyelesaikan sekolahnya di SDN 01 Pagi Sukabumi Selatan, SMPN 75 Jakarta, dan SMAN 78 Jakarta.
Ia bergabung dengan KREATif pada Creative Writing Workshop tahun 2007 di gedung BK3S, Menteng.
Tahun 2008, dia masuk 20 besar finalis Lomba Menulis Nasional untuk Remaja yang diadakan oleh YKAI bertemakan Anak dan Lingkungan.
Salah satu The Best Indonesian Young Writers ini, karyanya telah dibukukan dalam kumpulan esay The Hot Chicken Soup for Global Warming dengan judul “Ibu, Seperti Apa Bau Tanah Itu?”
Meski badannya mungil dan ramping, dia memiliki banyak cita-cita yang tidak mungil, antara lain: psikolog, penulis, wiraswasta,dan aktivis.
Minggu lalu setelah menerima kabar kelulusannya dari SMA 78 Jakarta, dia berencana melanjutkan kuliah di jurusan psikologi sebuah universitas bergengsi di negeri ini.
Sama-sama kita doakan yuk..
Moga yang menjadi keinginannya segera terwujud.
Amiin..
Berbeda dengan kebanyakan komunitas lain, KREATif Jakarta mengembangkan kemampuan remaja dalam kelas menulis. Ini sangat potensial untuk membangkitkan ‘sleeping giant’ yang ada pada jiwa setiap orang. Dalam kelas menulis ini, para peserta datang dari berbagai macam latar belakang. Tidak hanya belajar menulis kreatif, tapi juga mengenal perbedaan menulis kreatif dan menulis akademik. Kegiatan ini berlangsung dengan baik dan lancar.
Kelas menulis ini diadakan di ruang kelas KREATif, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Tebet, 25 April 2010. Dari pengalaman berdiskusi dengan pembicara, para peserta merasa potensi menulis adalah peluang yang sangat menarik, tak terkecuali peluang usaha. Kelas menulis diawali dengan latihan menulis ‘buta’ (tanpa tahu apa beda academic writing dan creative writing), kemudian tulisan yang mereka buat didiskusikan dengan peserta yang lain. Tulisan bisa dalam bentuk karya sastra, artikel dan berita langsung.
Kegiatan ini bisa menjadi awal bagi kita untuk membuat karya-karya kreatif bersama. Vera, sang pembicara, menjelaskan kepada peserta bagaimana mengenal dan membedakan academic writing atau pun creative writing. Ia menceritakan bagaimana upaya membentuk sebuah karya yang baik bagi pembaca, serta bagi penulisnya sendiri. Sehingga, kegiatan ini justru dapat menjadi ruang bagi anggota komunitas untuk merasakan bagaimana membangun karya dengan beribu ide yang berbeda latar.
Setelah materi selesai disampaikan, Vera membuka diskusi dan forum tanya jawab. Proses belajar ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan daya kritis remaja. Semakin banyak tantangan yang dihadapi oleh remaja di masa depan, semakin banyak pula bekal yang dibutuhkan. Antara lain, bagaimana mengenal diri sendiri, lingkungan dan potensi-potensi yang bisa dikembangkan dengan segala kreatifitas. Seperti yang dipelajari dalam kelas menulis yang berlangsung selama 3 jam ini.