Halaman

25 Oktober 2011

Save Our Papers


Kamu percaya minat menulis anak - anak Indonesia itu rendah? Kami sih tidak sepenuhnya percaya.

Budaya tulis tangan hampir ditinggalkan oleh sebagian dari kita yang tinggal di kota besar dimana kemajuan teknologi berkembang sedemikian pesatnya sehingga nyaris semua kegiatan tulis menulis cukup dikerjakan dengan komputer.

Namun, tak semua anak seberuntung kita, masih banyak anak yang memiliki keterbatasan dalam mendapatkan alat tulis, terutama yang tinggal di daerah pelosok dan masih jauh dari kehidupan modern.

Kebutuhan kertas tidak pernah berkurang, tapi malah terus bertambah.

Di sinilah masalahnya: bagaimana mau meningkatkan dan menggalakkan minat menulis jika masih banyak kalangan yang tidak memiliki akses pada kertas dan pena? Vonis rendahnya minat tulis menulis dalam sejumlah kasus, seringkali tidak memperhitungkan kurangnya pasokan buku dan pena.

Itulah sebabnya kami merancang gerakan "SAVE OUR PAPERS"
Prinsipnya: kami siap menerima, mentabulasi, mengelola, mengkoordinir dan menyalurkan distribusi kertas serta pena yang disumbangkan.

Kami juga berharap partisipasi teman-teman dan komunitas lain, dengan cara:
1. mengumpulkan kertas-kertas sisa buku tulis yang tidak terpakai

2. mengumpulkan covernya saja juga boleh jika seluruh halaman bukunya sudah penuh tulisan,
3. mengumpulkan pena dan pensil (baik bekas maupun baru)

Kertas - kertas yang terkumpul, nantinya kita jilid menjadi beberapa buku tulis yang akan disumbangkan.

Ini memang sepele. Daripada kertas-kertas sisa buku menumpuk dijual kiloan ke tukang loak keliling, lebih baik sedikit demi sedikit diberikan kepada mereka mereka yang membutuhkan.

Terus terang, buku dan pena sebenarnya masih menjadi barang mahal di negeri ini. Berbeda dengan India yang entah bagaimana Pemerintahnya bisa memenuhi kebutuhan buku warganya dengan harga yang sangat murah.

Sekali lagi, JANGAN TUMPUK KERTAS-KERTASMU DI RUMAH, BERGABUNGLAH DALAM GERAKAN INI!!

Tak ada yang lebih menyenangkan selain bisa berbagi dengan sesama. Siapa tahu kelak ada penulis terkenal bangsa ini yang datang dari anak-anak penerima kertas donasimu.

Sepele, berkat kertas yang urung kamu buang, kamu telah menjadi bagian dalam mencerdaskan bangsa ini ^_^

Info hubungi : KREATif Centre : 0817828230 atau Noval (KREATif DKI Jakarta)


24 Oktober 2011

Tim Kompas MuDA KREATif 1 : Remaja Rasis? Masak Sih!?

REMAJA RASIS? MASAK SIH!?

Mudaers pernah mendengar kata-kata panggilan kepada teman seperti Arab, Encek, Cina, Papua dan Ambon di sekolah? Hmm... Kami jamin pernah.

Yup! Panggilan-panggilan seperti itu sudah enggak asing lagi di telinga kita. Enggak sekali dua kali saja, tetapi kadang berkali-kali.

Ibarat sayur, enggak lengkap deh kalau enggak memakai garam. Sama saja seperti panggilan-panggilan itu. Rasanya enggak afdhol kalau kita enggak memanggil teman tanpa menyebut etnis ataupun ciri-ciri khusus mereka.

Contoh seperti ini. Ada teman kita yang berkulit hitam. Langsung kita berpikir kira-kira julukan apa yang pantas buat dia? Mmm…Aha! Apalagi kalau bukan black (hitam). Black? Ya, black! Namanya juga berkulit hitam, jadi cocoknya dipanggil dengan sebutan black saja.

Atau bisa saja kita memanggil dia dengan sebutan white. Tentunya dengan maksud yang berbeda. Toh orangnya kan berkulit hitam.

Mungkin teman yang memanggil dengan cara seperti itu karena ingin bernostalgia, mengingat pelajaran Bahasa Indonesia sewaktu SD tentang antonim (lawan kata), sekaligus ingin memperdalam Bahasa Inggris. Jadilah mereka memanggilnya dengan sebutan white yang adalah lawan kata dari hitam. Ampun deh...

MuDAers, masa-masa remaja adalah masa-masa yang menyenangkan. Enggak cuma tentang cinta-cintaan yang kerap membuat kita senyam-senyum sambil bayangin si ‘dia’ saja, tetapi juga tentang persahabatan. Yang terpenting adalah banyak hal dan pelajaran yang dapat kita petik pada masa remaja seperti ini.

Sayangnya sering kita enggak sadar kalau hal-hal kecil yang kita anggap sepele bisa menjadi besar. Enggak jarang kita lupa introspeksi diri terutama dalam soal pertemanan dan hubungan sosial.

Alih-alih menganggap sebutan-sebutan di atas sebagai panggilan akrab ataupun keisengan semata, bias-bisa kita justru terjebak dalam masalah. Sebab enggak taunya mereka enggak suka dengan julukan yang kita buat. Alhasil, simsalabim! Lahirlah masalah rasisme di dunia kita.

Tetapi tenang dulu, sebelum kita langsung membuat sebuah klaim, sebaiknya kita pahami dulu apa pengertian rasisme.

Ibu Ati Hidayati, guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMA SMART Ekselensia Indonesia, Bogor, mengatakan, rasisme adalah sebuah sistem kepercayaan atau doktrin yang mengarahkan orang memiliki anggapan bahwa perbedaan biologis itu menentukan kemampuan suatu kelompok tertentu ke tingkat budaya yang lebih tinggi. Sehingga ada superioritas dibandingkan dengan (ras) yang lain.

Salah satu penyebab timbulnya rasisme dalam remaja adalah adanya anggapan bahwa 'seseorang atau suatu kelompok merasa lebih baik dibandingkan orang lain'. "Baik itu dari segi biologis, keturunan, suku, maupun hal lainnya.," kata Ibu Ati.

Benar enggak ya seperti itu? Kami berusaha mencari tahu alasan mengapa remaja menjadi pelaku rasisme dan apa motifnya.

Salah seorang narasumber yang mengaku kerap menjadi pelaku rasisme, Ipang (bukan nama sebenarnya), mengatakan, dia melakukan itu, memanggil sejumlah teman dengan sebutan Cina, Ambon, dan lain-lain, hanya untuk seru-seruan. “Biar dianggap gaul sama teman. Kalau enggak begitu, malah nanti gue yang dianggap aneh,”

Kalau mendengar alasan Ipang, rasis di kalangan remaja seakan-akan dianggap kecil. Tetapi, sebenarnya tanpa disadari, perilaku rasis semacam itu bisa berdampak buruk bagi kondisi psikologis teman-temna yang menjadi "korban".

Ibu Ningrum, guru BK SMAN 4 Jakarta, mengatakan, individu yang selalu dibeda-bedakan dalam pergaulan, meskipun hanya bahan candaan, dapat membuat individu bersangkutan menjadi lebih sensitif. Dia bisa merasa dirinya didiskriminasi, tertekan, dan yang lebih parah lagi adalah dapat menimbulkan hilangnya harga diri sehingga merasa tidak dihargai lagi.

Memang, semua itu tergantung dari penerimaan setiap individu. Ada yang langsung dibawa serius, ada juga yang beranggapan hal itu sebatas bercandaan.

Mungkin kita perlu belajar dari Presiden Amerika Serikat Barrack Obama dalam menghadapi rasis. Saat remaja dulu Obama sering diejek karena perbedaan fisiknya. Namun hal itu justru membuatnya termotivasi lagi dalam menjalani hidup sehingga ia berhasil membuktikan bahwa orang berkulit hitam juga pantas menjadi pemimpin. Wuih! Hebat kan?

HARUS DICEGAH

Enggak bisa dimungkiri, rasisme emang sering terjadi dalam dunia remaja. Kondisi kejiwaan remaja yang labil seakan membuktikan betapa sulitnya menghapus tindakan rasisme. Mengapa Bhinneka Tunggal Ika sulit direalisasikan?

Tapi MuDAers enggak usah khawatir. Rasisme bisa dan harus dicegah. Menurut Ibu Ati, yang dibutuhkan adalah penanaman nilai-nilai positif bagi anak sejak usia dini, baik oleh orangtua, sekolah, masyarakat, maupun media. "Jangan diberi pemahaman etnis tertentu lebih baik dibandingkan etnis anak tersebut atau sebaliknya," kata Ibu Ati.

Hmm… sepertinya lirik lagu ‘imagine’ The Beatles sangat terasa kalau rasisme dapat dicegah; “Imagine there’s no countries. It isn’t hard to do. Nothing to kill or die for. And no religion too. Imagine all the people living life in peace,”.*


TIPS MENGHADAPI SI RASIS

Buat kamu-kamu yang merasa sering dijadikan korban rasisme, kami punya beberapa tips nih guna mengatasi hal itu. Mutifar, salah seorang kawan peranakan tionghoa yang sering menjadi korban rasis berbagi kiat bagaimana agar sebagai korban dia kebal dari perkataan-perkataan yang enggak enak.

1. Belajar cuek

Cuek sangat dibutuhkan supaya kita enggak tumbuh jadi orang yang gampang tersinggung. Biar saja yang ngata-ngatain capek sendiri. Lagipula apa untungnya sih ngatain orang? Bener enggak?

2. Berani bilang enggak suka

Nah, kalau kadarnya sudah keterlaluan, kita bilang saja ke orangnya kalau kita enggak suka. Soalnya kadang-kadang orang nggak sadar kalau apa yang diucapkannya membuat orang tersinggung. Makanya, lebih baik kita bilang saja kalau kita enggak suka. Mudah-mudahan dia jadi enggak enak ngatain kita lagi.

3. Lapor ke guru BK

Ini berlaku kalau yang bersangkutan setelah berulang kali diajak bicara tetap saja melakukan hal yang sama. Laporkan saja guru BK.


PEMBANTAIAN OLEH NAZI

Bicara soal rasisme, MuDAers tahu enggak bagaimana awal terjadinya rasisme? Penasaran? Yuk simak!

Menurut beberapa sumber, rasisme mulai dikenal pada tahun 1930 yang digunakan sebagai istilah yang melukiskan pembantaian NAZI kepada Yahudi Eropa. Sama halnya dengan tindakan para penguasa di Amerika yang menerapkan hukum Jim Crow yaitu adanya perlakuan berbeda antara kaum kulit hitam dan kulit putih.

Menurut M. Fredrickson, Spanyol merupakan ikon negara lahirnya fenomena rasisme ini. Pada abad 12 sampai 13 pengikut Islam, Yahudi dan Kristen bisa hidup saling bertoleransi. Namun sayangnya, pada akhir abad 14 dan awal abad 15 timbul konflik antar orang Moor yang pada akhirnya memercikkan diskriminasi terhadap kaum Islam dan Yahudi.

Sementara di Indonesia, rasisme pernah terjadi terhadap etnis Tionghoa. Hal ini bermula pada zaman penjsajahan Belanda yang menerapkan politik Devide et Impera (politik memecah belah) dengan cara membagi strata sosial di wilayah jsajahannya, mirip seperti pembagian kasta.

Strata tersebut dibagi menjadi strata atas terdiri dari kaum Eropa, strata dua warga Tionghoa, Arab, dan warga pendatang stratra ketiga atau kasta terendah untuk warga pribumi.

Pada masa kepemimpinan almarhum Gus Dur larangan-larangan yang bersifat sentimen terhadap etnis Tionghoa dihapuskan. Salah satu buktinya adalah diperbolehkannya orang-orang Tionghoa merayakan perayaan Imlek dan bahkan dijadikan sebagai hari libur nasional.

*oleh Tim kompas MuDA KREATif 1 : Reza Firmansyah, Muhammad Ilman Mursyidan, Febianza Mawaddah Putri, Nenden Ayu Wulandari, Kurnia Sandi Girsang, Noval Kurniadi (dimuat di Kompas MuDA edisi 21 Januari 2011)

17 Oktober 2011

Sang Kerinduan

Sang Kerinduan

Oleh : Selfia Mona Peggystia

(Dewan Anak Mataram, NTB)

Berbuih-buih di peraduan

Menjelma dalam bayang-bayang

Suaramu.....

Terngiang di telingaku

Tersipu malu dalam senyum akan janji keindahanmu

Rindu kan terus menggelayut di sisi hatiku

Berjuta angan ingin menatapmu

Namun tak sampai jua

Hanya bisa kurangkul dalam dermaga sanubari

Tuk menemuimu nanti

Entah bait kata apa yang akan terlontarkan

Kala pertemuan itu tiba

Hati tak mampu berucap

Namun merasakan dan memahami segalanya

Karena sang kerinduan terus mengusik dan bersemayan di hatiku

11 Oktober 2011

OMOB Palembang : Mau Roti? Yuk Potong Kuku!

“Aku dak ngemis, Yuk. Aku nyemir sepatu. Kalo ngemis tu samo cak nyumpahi uwong tuo.” (Aku ga ngemis, Kak. Aku nyemir sepatu. Kalau ngemis itu sama seperti nyumpahin orang tua) _Muhammad Qori Alwi Hasan_

9-10-11, benar-benar tanggal yang cantik ya, sobat KREATif! :D

9-10-11, KREATif SUMSELl mengadakan aksi ONE MAN ONE BREAD di Palembang, bekerja sama dengan kakak-kakak IKMABIRA (Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia) dan kakak-kakak ZEAL COMMUNITY, lho! Kakak-kakak fakultas lain yang tersebar di UNSRI juga ada beberapa orang yang menawarkan diri langsung untuk menjadi relawan yang turun ke jalan.

Pagi-pagi sekali jam 8 pagi kakak-kakak relawan sudah berkumpul di lapangan Masjid Agung untuk melancarkan aksinya. Kakak-kakak yang dari Indralaya (kota mahasiswa UNSRI) malah jam 7 sudah berangkat karena perjalanannya kira-kira 32 km atau memakan waktu kurang lebih 1 jam (kalo tidak macet).

Alhamdulillah sekali donatur pin mencapai 360 pcs, dan dana yang terkumpul sebesar Rp 1.880.000,-

Kegiatan OMOB Sumsel ini direncanakan dengan sangat matang. Relawan yang terkumpul ada 45 orang. Kegiatan tidak hanya sebatas membagi-bagikan roti saja, tetapi juga memberikan sosialisasi dan kegiatan kepada anak-anak jalanan.

Relawan yang terkumpul dibagi menjadi 4 kelompok diwilayah yang tersebar, dan terdapat masing-masing ketua (kakak tutor ketua) di masing-masing kelompok itu. Di Kelompok Pamor ada Kak Ben, Kelompok Atmo ada Kak Adhiah, Kelompok Charitas ada Kak Anton, dan Kelompok Monpera ada Kak Ebit. (nama kelompok berdasarkan nama lokasi tempat masing-masing)

Masing-masing kelompok memiliki aksi tersendiri lho dengan kreativitas sendiri. Kakak-kakak tutor juga menyediakan kado dan lainnya untuk anak-anak jalanan.

Di kelompok Pamor, Kak Ben dkk mengadakan sosialisasi bahaya narkoba dan lem aibon. Selain itu juga nyanyi bareng dan lomba ngamen. Bagi yang bagus, hadiahnya berupa komisi. Tapi sayangnya adik-adik yang di sana ingin cepat-cepat pulang dikarenakan ingin membantu orang tua mereka mencari uang. :(

Di kelompok Atmo, Kak Adhiah dkk sempat keliling-keliling mencari anak jalanan untuk dikumpulkan di suatu tempat. Akhirnya terkumpul juga. Di Atmo, Kak Adhiah mengadakan tanya jawab. Bagi yang bisa menjawab diberi kado. Adik-adik yang bisa nyanyi ke depan atau bercerita juga diberi kado. Jadi semuanya semangat untuk mendapatkan kado. Kado berupa perlengkapan sekolah dan snack. Ada cerita menarik, lho! Adik kita, Muhammad Qori Alwi Hasan (tukang semir sepatu), sewaktu ada peraturan yang sudah dapat kado tidak boleh jawab pertanyaan lagi, Qori tidak mau tunjuk tangan lagi, padahal teman-teman lainnya masih tetap tunjuk tangan walau sudah dapat kado. Sewaktu ditanya kenapa, Qori jawabnya, “Kan yang sudah dapat kado tidak boleh tunjuk tangan lagi.” Jujur ya Sobat KREATif! Berarti Qori menghargai kesempatan untuk teman lainnya. Terus ada adik kita yang bercerita tentang cita-cita. Dia bilang mau jadi petinju seperti Chris John! Di depan teman-teman dia beraksi seperti Chris John! :D Lucu ya teman-teman.

Di Atmo juga mengadakan aksi potong kuku untuk menjaga kebersihan. Jadi, sebelum makan roti, adik-adik harus membersihkan tangan terlebih dahulu dan memotong kukunya yang kotor dan panjang. Kak Adhiah dkk memotong kuku adik-adik dan membersihkannya dengan tissue dan hand sanitizer. Baru deh mereka boleh dikasih roti. Mereka juga diberikan majalah anak-anak untuk bacaan. Anak-anak pada rebutan dan semangat sekali membaca. Malah ada yang menceritakannya ke depan kepada teman-temannya.

Di kelompok Charitas benar-benar sayang sekali. Padahal Kak Anton dkk sudah menyiapkan konsep acaranya dengan matang, sudah mempersiapkan kado, dan ada Kak Sony (Zeal Community) yang mau menghibur adik-adik untuk bernyanyi bersama dengan gitarnya. Tapi jalanan kisaran Charitas disterilkan oleh Satpol PP karena ada kampanye pemilihan bupati. Jalanan benar-benar steril! Padahal di sana anak jalanan biasanya terbilang rame, lho! Tiba-tiba hari minggu kemarin malah tidak ada sama sekali. Mereka tidak berani keluar. Kak Anton dkk sudah memindahkan lokasi ke arah Cinde, tetapi tetap saja anak jalanan tidak ditemukan. Akhirnya, Kak Anton dkk ikutan gabung di lokasi Atmo dan mengisi acara juga di sana. Kuis berhadiah dan nyanyi bareng Kak Sony. Acaranya jadi semakin seru. Malah adik-adik ada yang request lagu. Mereka semangat sekali menyanyikan lagu ST 12, hafal semua. Orang-orang yang berhenti di lampu merah melihat ke arah OMOB di Atmo. Acara jadi heboh dan menyenangkan.

Di kelompok Monpera, Kak Ebit dkk mengadakan lomba mengarang. Bagi yang menang diberi hadiah. Adik-adik mengarang tentang pengalaman mereka sewaktu berjualan plastik atau menyemir sepatu. Ada yang nyontek lho waktu mengarang. :D Ada juga yang takut nulis tentang Satpol PP karena dia takut Kak Ebit dkk adalah orang terkait, tapi setelah dijelaskan, akhirnya mereka berani menulis tentang waktu dikejar Satpol PP. Ada juga adik kita yang tidak bisa baca dan nulis, akhirnya kakak tutor lain yang mengajarkan menulis alfabet.

Salah satu isi karangannya, “Pagi-pagi aku pergi sekolah dari jam 7. Selesai pulang sekolah saya pun nyemir sepatu. Sehari dapat 10 ribu kadangan 8 ribu. Aku pernah dikejer budak aibon, saya dipintai duit. Aku pun lari aku pun langsung naik mobil bis kota aku pun pulang.” (Pebri, kelas V SD, cita-cita jadi polisi). Lucu ya karangannya dan kalimatnya masih belum rapi. (keterangan: budak aibon=anak jalanan yang menghisap lem aibon, dipintai duit=dipalak)

Setelah masing-masing kelompok selesai melancarkan aksi, roti yang berlebih dibagikan kepada pengemis, pemulung, tukang sapu jalan, dan abang becak. Setelah itu para relawan berkumpul di titik berkumpul semula di lapangan Mesjid Agung, sholat Zuhur berjamaah, dan foto bersama di bundaran, dengan menggunakan banner ONE MAN ONE BREAD KREATif SUMSEL yang telah ditandatangani para donatur pin, dan banner ZEAL COMMUNITY.

Semoga acara OMOB SUMSEL ini tidak berhenti di sini saja ya. Semoga ada program jangka panjangnya. Bahkan ada di antara kakak-kakak di sini yang berencana menjadikan adik-adik sebagai kakak asuh, untuk sering dijenguk, diawasi perkembangan sekolahnya, dan diajari belajar. ^^ -Adhiah Juliarti Harahap, KREATif Bengkulu-

OMOB Jakarta I : Berbagi di Bulan Puasa

“Seru kak, dapet pengalaman yg baru banget, seneng bisa bagi-bagiin secara langsung kaya gitu, bisa lebih bersosialisasi lagi dengan sesama. Pokoknya seneng banget bisa ikut berpartisipasi. Ditunggu kak aksi-aksi (baca : KREATif) yang berikutnya. Aku siiiiaaap :D” kata Elhammi, salah seorang volunteer begitu ditanya mengenai kesan-kesan setelah berpartisipasi dalam OMOB Jakarta I yang dipromotori oleh KREATif.

***

Belum lama ini KREATif mengadakan sebuah aksi, gebrakan baru yang dimulai sejak bulan Agustus (bulan puasa) hingga menjelang ulang tahun KREATif yang ke-4. Apalagi kalau bukan ONE MAN, ONE BREAD atau yang lebih mudah dikenal dengan nama OMOB.

OMOB adalah gerakan sosial yang dipromotori oleh KREATif berupa penukaran uang sumbangan sukarela minimal Rp 5000 dengan sebuah pin kampanye “One Man, One Bread”. Uang yang nantinya terkumpul akan kita belikan dengan sejumlah roti. Kemudian roti-roti itu akan kita bagikan kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Berhubung OMOB Jakarta I dilaksanakan bertepatan dengan bulan Ramadhan, maka kita membagikannya kepada saudara-saudara kita yang hendak berbuka puasa namun tidak memiliki makanan untuk berbuka, khususnya anak-anak. Perlu teman-teman ingat, aksi ini kita selenggarakan bukan dalam rangka menyambut bulan puasa tetapi sebagai tanda nasionalisme persaudaraan bahwa kita bisa berbagi dengan sesama. Meskipun dari hal-hal kecil, yaitu dari sebongkah roti.

Hingga laporan ini dipublikasikan, OMOB berhasil dilaksanakan di 4 kota besar di Indonesia dengan jumlah roti yang sudah dibagikan sebanyak 540 buah. Keempat lokasi tersebut adalah Mataram, Nusa Tenggara Barat (25 Agustus 2011), Jakarta I (26 Agustus 2011), Surabaya, Jawa Timur (27 Agustus 2011) dan Palembang, Sumatera Selatan (9 Oktober 2011). Kota-kota lainnya seperti Bandung, Cirebon, Manokwari dan lainnya dikabarkan menyusul.

OMOB KREATif Jakarta I yang diselenggarakan pada Jumat, 26 Agustus 2011 pukul 16.00 – 18.00 WIB berlangsung sukses. Aksi ini mendapatkan respon yang positif dari berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa hingga ibu rumah tangga. Terbukti OMOB Jakarta I berhasil membagikan 110 roti.

Berhubung banyaknya jumlah roti dan terbatasnya jumlah waktu, maka KREATif Jakarta I membagi para anggota KREATif dan volunteer menjadi 4 tim. Masing-masing tim terdiri dari 4 orang.

Ada 110 buah roti yang hendak dibagikan dalam aksi ini. Namun mengingat dana yang terkumpul cukup banyak, maka KREATif Jakarta I tidak hanya membagikan roti saja tetapi juga 110 air mineral serta 110 wafer. Makanan-makanan itu lalu kita masukkan ke dalam plastik disertai dengan kertas yang berisikan info tentang aksi ONE MAN, ONE BREAD yang dipromotori oleh KREATif. Dalam kertas itu juga dijelaskan bahwa aksi ini sudah dilakukan di 3 kota besar (saat itu masih 3 kota besar) dan penjelasan singkat tentang KREATif.

Pukul 16.00 WIB. Setelah masing-masing tim KREATif Jakarta I mengambil jatah 27 hingga 28 buah roti untuk tiap-tiap titik, Its time to ACTION!

Masing-masing tim langsung melakukan aksi pembagian roti di 4 titik ibukota yang berbeda ; Gondangdia, Slipi-Palmerah, Kebayoran Lama serta Karet. Teknis pelaksanaannya adalah kita keliling dengan menggunakan sepeda motor. Ada dua cara yang kita lakukan. Pertama, kita memberikan roti kepada setiap sasaran yang kita temukan di jalan. Kedua, kita stay di tempat dimana banyak orang membutuhkan, khususnya anak-anak.

Ternyata pepatah, “Dimana ada gula, pasti ada semut” ada benarnya. Terbukti dari keempat tim semuanya mengalami hal yang sama. Nyatanya, baru saja kita stay untuk membagikan roti, tiba-tiba saja sudah banyak orang yang mengerubungi. Sampai-sampai kardus bekas yang kita gunakan untuk mengumpulkan roti tampak berharga bagi mereka. Seorang ibu paruh baya saja hingga berkata, “Dek, boleh minta kardusnya?”

Good job! Dalam waktu dua jam 110 roti habis dibagikan! Guna merayakan hal ini, masing-masing tim kini berkumpul kembali di satu titik yang telah ditentukan, yaitu ITC Permata Hijau. Selain untuk berbuka puasa bersama, perkumpulan ini dilakukan juga guna meningkatkan solidaritas antar sesama anggota KREATif dan para volunteer yang terlibat sembari berbagi cerita mengenai pengalaman menarik apa saja yang telah kita dapati.

Hari makin malam. OMOB Jakarta untuk season ini pun usai dilakukan. Namun setidaknya ada satu pelajaran yang bisa kita dapatkan dari pengalaman ini ; “bangunlah dari tidurmu lalu bukalah mata dan telingamu lebar-lebar. Lalu lihat, dengar dan rasakan keadaan di sekelilingmu. It’s time for us to make a change!” -NK-

Berikut adalah hasil dokumentasi OMOB Jakarta I :



Pasha & Nita saat menjalankan aksi OMOB dengan sepeda motor.

Seorang ibu beranak dua mengulurkan tangannya begitu menerima roti OMOB dari KREATif Jakarta I.


Pembagian roti OMOB KREATif DKI Jakarta I di daerah Gondangdia mendapatkan respon positif dari masyarakat sekitar.