SELAMAT NATAL
DAN
TAHUN BARU 2011
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa
Sekelompok anak muda berkumpul tepat di penghujung batas titik-titik embun kekerdilan hati yang sudah pergi satu jam lalu. Selembar kain berwarna putih dibentang melambangkan perdamaian abadi dan pena-pena mereka mereka mulai menari. Kedatangan para remaja ini cukup terorganisasi. Mereka didukung oleh YKAI dan UNICEF, organisasi sipil anak nasional dan internasional. Para remaja ini datang untuk menunjukkan pada dunia, mereka juga ikut peduli.
Sekelumit kata dari penulis :
Puisi ini ditujukan bagi para koruptor yang sudah menyengsarakan rakyat Indonesia sekaligus guna memperingati hari anti korupsi dunia yang jatuh pada 9 Desember. Tak sadarkah kalian setitik uang haram yang kalian makan itu membuat kami menderita? Anak-anak kelaparan, tidak bisa sekolah bahkan tidak bisa hidup layak itu semua gara-gara kalian! Asal kalian tahu, kami capek, tikus berdasi! Kami capek! Cukup sudah kami bungkam! Dan kini saatnya kami berbicara, menguak sebuah kebenaran yang selalu kalian tutup-tutupi! Saya tidak berharap banyak, namun semoga dengan adanya goresan pena ini kalian dapat tersadar dari ‘nina bobonya’ hasrat setan dan anak-anak bangsa dapat kembali hidup layak sebagaimana biasanya.
Ketika Century Jadi Misteri
KREATif DKI Jakarta : Noval Kurniadi
Ketika century jadi misteri…
Pihak terkait naik ferarri
Membuat masalah jadi siri
Nasabah pun bak biri-biri
Bingung, lalu berlari-lari
Bertanya-tanya kesana kemari
Dimanakah uang kami, century?
Ketika century memotong tali…
Pihak terkait mendadak tuli
Hingga akhirnya tak peduli
Lalu pergi dengan naik heli
Tapi nasabah tercebur kali
Bingung berkali-kali
Hingga berkata, uang kami harus kembali!
Ketika century berbadan bohai…
Pihak terkait jadi lemah gemulai
Sementara nasabah bak makan cabai,
Yang tersiram sekuah gulai
Namun pedas tak pakai selai
Yang kata orang janganlah ‘lebai’
Hingga terkesan jadi lalai
Sudahlah, tak usah ditutupi lagi
Apakah mau menjadi ragi?
Kejujuran harus dibagi
Jika tidak, siaplah merugi
Sudahlah, tak usah berbohong
Apakah mau hatimu bolong?
Sudah tahu dirimu ompong
Maka jujur harus disokong
Sudahlah, tak usah mengumpat
Apakah mau gigi tinggal empat?
Kami tahu kau tutup rapat-rapat
Maka janganlah jago bersilat
Century, kemanakah 6,7 Triliun?
Sadarlah, kalian sudah jadi culun!
Yang bersembunyi di balik alun-alun…
Hanya untuk membeli su’un
Dan membeli rumah-rumah susun
Namun masih tetap diayun-ayun
Entahlah, siapa yang melepaskan busur
Yang terlalu sering memakan bubur
Hingga membuat perut jadi subur
Dan jadikan kalian sang tuan takur
Oh, sang pelaku, kami bersyukur
Jika kalian tidak main ubur-ubur
Bukan maksud untuk menggusur
Tapi hanya ingin kalian jujur
Daripada kalian gugur dan hancur lebur
Ketika masuk ke alam kubur
Ditulis :
Selamat Ulang Tahun!
Sobat KREATif, Hari ini, 27 November 2010 Komunitas Remaja Pena Anak Kreatif genap berusia 3 tahun. Terimakasih atas dukungan semua pihak sehingga kami bisa terus eksis menyuarakan hak-hak anak melalui tulisan. Semoga di tahun-tahun yang akan datang, KREATif dapat terus berkarya lebih baik lagi untuk
“Otanjoubi omedetou gozaimasu KREATif~ Semoga kita bisa tambah sukses menyuarakan hak-hak anak dalam bentuk tulisan dan semoga bisa bertahan sampai kapanpun. Amin~”, Muhammad Akmal, KREATif DKI Jakarta.
“Selamat ulang tahun KREATif Indonesia. 3 tahun layaknya seorang manusia adalah waktu yang tepat untuk mulai belajar berlari dengan seimbang ya! Begitu juga dengan kita. Kita akan terus berusaha belajarberlari dengan konsistensi yang kuat mengejar tujuan kita bersama. Maju terus anak Indonesia. Saya cinta KREATif, saya cinta Indonesia!!! :)”
Aditya Gilank Pratama, KREATif DKI Jakarta.
“Tanjoubi omedetou gozaimasu! Selamat mengulang tahun kejayaan buat KREATif!! Harapan kita adalah menjadi komunitas remaja yang terkemuka! Semangat! \(>A<*)/”,
Nityaningrum Duatibumi, KREATif DKI Jakarta.
“Selamat ulang tahun yang ke-3 KREATif! Semoga tambah sukses, terus berkarya dan tidak pernah absen menulis untuk suara anak-anak Indonesia. I love you KREATif! :D”
Sarah Elyzabeth Gultom, KREATif DKI Jakarta.
“Selamat ulang tahun KREATif! Semoga semakin kreatif!”
Astari Maghfira, KREATif DKI Jakarta.
“Selamat ulang tahun KREATif. Semoga di tahun-tahun berikutnya kita bisa terus berkarya dan menyuarakan hak-hak anak. “
I Gusti Ayu Sri Gayatri K.D, KREATif Lombok, NTB.
“Happy 3rd anniversary for KREATif. More creative, more innovative… : )))”
Nicky Putri Santoso, KREATif Surabaya.
“Happy birthday KREATif. Selalu sehat, dan panjang umur, tambah kompak isinya dan tetap selalu berkarya :)”
Veneranda Dinda Putri N.D, KREATif DKI Jakarta.
“Bonne anne KREATif. Semoga semakin mampu menyuarakan suara anak Indonesia!”
Rahadian Wahyuaji, KREATif Yogyakarta.
“Happy birthday KREATif. Semoga bertambah kreatif. Semoga KREATif semakin jaya, sukses selalu membangun kreatifitas anak-anak Indonesia!”
Winner Indi Manega, KREATif Yogyakarta.
Seperti tumpeng yang menjulang dan selalu menjadi bagian dari peringatan ulang tahun, semoga KREATif juga dapat menjadi komunitas yang “menjulang” itu…
KREATif DKI Jakarta: Noval Kurniadi
Pernahkah Anda mendengar kisah tentang Kevin Carter, seorang fotografer yang meraih penghargaan bergengsi Pulitzer 1994 lantaran fotonya yang fenomenal, tentang seorang anak Sudan yang berjuang keras menuju tempat pembagian makanan sementara di belakangnya ada seekor burung pemakan bangkai yang hendak memakannya?
Pernahkah pula Anda mendengar kisah tentang seorang ibu yang merebus sebuah batu besar demi menenangkan anak-anaknya yang sedang kelaparan? Lalu setiap kali anak itu bertanya ibunya selalu menjawab dengan nada serupa, “Tunggu, sebentar lagi! Makanannya belum matang nak!”. Berkali-kali anak-anaknya bertanya, berkali-kali pula ibunya terpaksa berbohong lantaran ketiadaannya pangan yang dimiliki. Hingga pada akhirnya si ibu harus berpikir keras demi nasib esok karena anak-anaknya sudah tertidur lelap.
Kebanyakan orang mendefinisikan terorisme adalah tindak kejahatan manusia yang bisa mengancam keamanan dan pertahanan suatu negara, seperti kasus bom Bali misalnya. Padahal jika kita berpikir lebih terbuka, arti ‘terorisme’ jauh lebih luas daripada itu. Sesuatu yang bisa mengancam serta meneror bangsa ini juga bisa dikategorikan sebagai tindakan terorisme, termasuk masalah kelaparan.
Jika tidak percaya, lihatlah berita-berita masa kini dan amatilah apa yang terjadi dengan saudara-saudara kita di luar sana! Ribuan orang berbondong-bondong hanya demi mendapatkan nasi aking, anak-anak menangis histeris bahkan hingga bayi-bayi mungil yang hanya bisa memamerkan gigi-giginya yang belum tumbuh sembari mendengar jeritan suara lambung. Terpaksa mereka hanya bisa memakan nasi yang dicampur garam, air tajin dan bahkan jika tidak memungkinkan, mereka hanya akan memakan ‘bualan dan janji-janji kosong’ dari para penguasa serakah saja.
Kelaparan adalah bukti dari masih adanya terorisme di negeri ini. Ia akan tetap melekat dalam identitas bangsa selama kita terus-terusan duduk manis di kursi malas. Buktinya kasus kelaparan dan malnutrisi masih menjadi teror yang mengerikan di negeri ini. Bahkan telah menjadi masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang serius. Tidak ingatkah kita betapa susahnya generasi terdahulu demi mendapatkan makanan lantaran hasil panennya selalu diambil oleh para penjajah? Lantas mengapa ketika sudah merdeka keadaan itu kembali terjadi?
Jika masalah ini terus dibiarkan, maka jangan harap kita bisa melihat anak-anak alias generasi-generasi penerus dapat hidup dengan makmur. Kelaparan tak ubahnya ulat-ulat liar di sebuah kebun yang tak terurus dan anak-anak ibarat dedaunannya. Mereka menggerogoti kaum-kaum papa, memupuskan cita-cita anak bangsa dan bahkan menambah daftar panjang perjalanan buruk bangsa ini. Nah, jika sudah begini, apa yang harus kita lakukan sebagai generasi penerus khususnya dalam menangani masalah kelaparan dan malnutrisi?
Semakin terpenuhinya nutrisi di suatu negara maka semakin baik keadaan negara itu. Sebaliknya, semakin minimnya asupan nutrisi maka semakin memprihatinkan pula keadaannya. Bersyukurlah bagi anda yang bisa makan enak hari ini. Sebab apa yang bisa anda makan hari ini belum tentu bisa dimakan pula oleh saudara-saudara kita di luar sana.
Pada April 2010 saja misalnya, hanya satu dari empat kabupaten di NTT saja yang relatif makmur, yaitu kabupaten Sumba Barat Daya. Sementara Tiga kabupaten lainnya yakni Kabupaten Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur mengalami krisis pangan. Hal ini diakibatkan oleh musim kemarau yang datang lebih cepat sehingga mereka gagal panen. Alhasil, terpaksa sekitar 30.000 warga 121 desa dari seluruhnya 140 desa di kabupaten Sumba Timur memakan pisang karena tidak memiliki beras. Mungkin kita masih bisa tertawa lega pada saat itu. Namun bagaimana dengan keadaan anak-anak? Di saat mereka membutuhkan asupan gizi yang cukup, mereka malah harus puas dengan bualan para penguasa serakah. Sungguh ironis!
Jika ada genting yang bocor, sudah pasti kita memperbaikinya. Jika tidak, tentu akan ada rembesan-rembesan air yang masuk ke dalam rumah ketika hujan turun. Akibatnya, rumah menjadi basah dan keadaannya menjadi lebih parah. Sama halnya dengan kelaparan dan malnutrisi, maka sudah saatnya kita untuk bertindak. Selayaknya kita mengantisipasinya sebelum ‘rumah’ kita menjadi lebih buruk.
Menurut saya akar dari permasalahan ini adalah kesadaran. Khususnya terhadap ASI. Sungguh naas. Pemahaman masyarakat kita terhadap betapa pentingnya ASI masih tergolong minim. Padahal dalam dalam website YKAI dijelaskan bahwa berdasarkan rekomendasi dari UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ASI eksklusif - yang berarti hanya memberikan ASI tanpa tambahan makanan atau cairan - selama enam bulan pertama dapat menyelamatkan nyawa setara lebih dari 30.000 anak Indonesia setiap tahunnya. Pemberian ASI sampai dengan usia dua tahun, dengan tambahan makanan pendamping, dapat juga membantu pertumbuhan anak-anak mencapai potensi mereka secara optimal. Maka dari itu kiranya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat perihal penekanan angka malnutrisi perlu ditingkatkan lagi.
Kelaparan erat kaitannya dengan rendahnya perekonomian rakyat. Kiranya membeli produk dalam negeri adalah salah satu solusi yang bisa kita lakukan. Minimal dapat membantu saudara-saudara kita dalam meningkatkan produktivitas produk dalam negeri. Sebab hal itu berpengaruh terhadap perekonomian rakyat sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan angka kelaparan dan malnutrisi di Indonesia.
Pemerintah juga harus bertindak proaktif. Salah satu caranya adalah dengan menegakkan kedaulatan pangan bangsa. Menurut Serikat Petani Indonesia (SPI) setidaknya ada tujuh cara yang harus ditempuh. Pertama, pemerintah selayaknya melakukan pembaruan Agraria. Kedua pemerintah semestinya memberikan hak akses rakyat terhadap pangan. Ketiga pemerintah harus menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan. Keempat pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan. Kelima, pemerintah harus melakukan pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi. Keenam pemerintah selayaknya melarang penggunaan pangan sebagai senjata. Terakhir, sebaiknya pemerintah memberikan akses kepada petani-petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian. Jika salah satu cara tersebut dilaksanakan, dengan demikian dapat dikatakan pemerintah tidak hanya berusaha dalam mengentaskan masalah kelaparan dan malnutrisi di Indonesia melainkan juga memenuhi hak anak bangsa, yakni hak hidup dan tumbuh-kembang.
Sebuah pepatah mengatakan, “Ada banyak jalan menuju Roma”. Tentu ada banyak cara demi mengatasi teror di negeri ini. Bukan mustahil teror itu dapat teratasi asalkan dengan catatan, maukah kita bertindak dan saling bahu-membahu demi membungkam jeritan lambung anak bangsa?
PEMBUNUH ANAK ITU BERINISIAL “S”
Dimuat di Harian Seputar Indonesia edisi Rabu, 15 September 2010
KREATif DKI Jakarta : Noval Kurniadi
Sembari bertolak pinggang, seorang ibu berdiri di depan pintu rumahnya. Raut wajahnya tampak tak bersahabat. Kedua alisnya mengerut. Kesabarannya pun sudah habis. Betapa tidak, putra kecilnya tak kunjung pulang padahal hari sudah menjelang malam. Tampaknya ia keasyikan bermain bola.
Namun begitu anaknya pulang, si ibu malah menghujat anaknya dengan kata-kata negatif.
“Dasar anak nakal! Main saja sana biar puas!”
Kontan mata si anak berkaca-kaca seakan mau menangis. Apalagi setelah ibunya mengucapkan kata-kata yang berkonotasi negatif.
Lain lagi dengan si Eko. Ia malah diomeli oleh ibunya lantaran tidak berhati-hati ketika berjalan. Akibatnya gelas yang dipegangnya pun pecah. Saking kesalnya, si ibu menghujatnya, “Dasar anak bodoh! Makanya jangan ceroboh kalau berjalan!”
Dua cerita di atas bukanlah penggalan cerpen, melainkan sebuah realita kehidupan dimana anak sering menjadi korban dari pembunuh berinisal 'S'. Ya, “S”, apalagi kalau bukan sugesti.
Ya, mungkin si anak memang salah. Toh, mengapa ia pulang terlalu sore? Dan toh,mengapa ia tidak berhati-hati ketika berjalan? Siapa suruh pulang terlalu sore? Jalan kok tidak berhati-hati! Bukankah demikian inti dari dua cerita di atas?
Namun jika kita berpikir lebih terbuka pada dua kisah tersebut, sadarkah kita bahwa tak jarang kitalah yang menjadi penyebab hancurnya generasi muda dan anak-anak masa kini? Bukan karena diri mereka sendiri?
Ya, kerap kali kita dibuat geram oleh tingkah polah anak kecil. Entah itu karena kenakalannya, kecerobohannya, bahkan kelalaiannya. Namun etiskah jika kita mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan?
Tentu saja tidak etis. Marah boleh saja, namun kita, selaku orang dewasa selayaknya tidak langsung 'to the point' apalagi hingga mengucapkan kata-kata kasar terhadap lawan cilik yang kita hadapi, melainkan harus memberikan mereka pengertian dan pemahaman dengan baik tentang mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sebab biar bagaimanapun juga anak punya hak untuk tumbuh kembang. Jadi jangan langgar hak mereka dengan mencap mereka dengan hal-hal yang berkonotasi negatif. Jadikan mereka sebagai subjek, bukan sebagai objek. Jadikan mereka sebagai kawan berdiskusi, bukan sebagai anak bawang yang masih belum pantas untuk didengar pendapatnya.
Alangkah bijaknya jika orangtua atau siapa saja menanggapi ulah nakal dan ceroboh si anak dengan penuh kelemahlembutan dan pengertian. Bukan menghujatnya. Semisal mengelus rambut sembari berkata, "Tak apa-apa sayang, ibu maafkan. Kamu anak ibu yang paling pintar kok. Namun lain kali tidak boleh diulangi lagi ya...".
Kata-kata dasar bodoh! dasar anak nakal! mungkin mudah untuk diucapkan. Tetapi sayang seribu sayang, justru itulah penyebab 'mudahnya' anak untuk menjadi pribadi yang lebih buruk. Semakin sering orangtua menanami atau mencap seorang anak dengan sugesti negatif maka semakin besar pula orangtua itu mengizinkan pembunuh itu bersemayam di otaknya. Pembunuh? Ya, sebab tanpa disadari, kata bodoh dan nakal yang entah sengaja ataupun tidak sengaja diucapkan akan masuk ke dalam otak bawah sadar. Lalu secara tidak langsung akan membunuh si anak dengan mengubah pribadinya sesuai dengan sugesti yang diterima. George Herbert Mead mengatakan bahwa masa anak-anak adalah masa preparatory stage dimana terjadinya proses meniru. Tak terkecuali jika si anak melakukan suatu perbuatan buruk karena merekam lalu meniru ‘cap negatif’ yang pernah dilontarkan kepadanya dalam kehidupan sehari-hari.
Loh, mengapa demikian? Tentu saja, karena pada dasarnya, otak adalah organ terhebat yang dimiliki oleh manusia, dimana tidak ada satu pun file yang terhapus dan seseorang akan berperilaku sesuai sugesti yang ditanamkan. Tergantung apakah itu bernilai negatif ataukah positif.
Tanpa disadari sugesti berpengaruh cukup besar terhadap perkembangan kepribadian seorang anak. Lagipula bukankah ucapan yang dilontarkan oleh orangtua adalah doa bagi anaknya sendiri? Termasuk ketika ia menghujat anaknya dengan kata-kata nakal dan bodoh?
Saya miris melihat kenyataan yang ada. Di lingkungan saya banyak terdapat anak kecil. Namun naas, tak jarang saya mendengar anak-anak itu mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya mereka ucapkan semisal, “bego lu!”. Belum lagi jika mereka mengucapkan kata-kata yang keluar dari kebun binatang. Mungkin terdengar simpel dan sepele, Namun justru itulah pertanda betapa prihatinnya keadaan generasi penerus bangsa ini. Jika sudah begini, tampaknya ada yang perlu diperbaiki dari cara mendidik si anak dalam keluarganya.
Kini yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa setiap kali anak berbuat nakal kita acapkali memberinya hukuman ketimbang memberikan apresiasi atau pujian atas kegiatan positif yang dilakukannya? Bukankah ini tidak adil? Layaknya sebuah neraca, maka neraca 'hukumanlah’ yang lebih berat.
Bukan salah anak jika ia berbuat nakal. Anak adalah insan yang masih bersih hatinya yang belum bisa membedakan antara yang baik dan buruk. Maka tak patut rasanya jika kita dengan serta merta menyalahi seorang anak. Namun orang dewasa, tak peduli siapakah dia, penanam benih cap negatif itulah yang seharusnya bertanggungjawab. Bukan mustahil anak-anak alias generasi penerus kita menjadi generasi berkualitas selama kita bijak dan dewasa dalam menyikapi 'uniknya' kepribadian anak.
Hari ini, 24 Juli 2010, merupakan hari yang sangat menyenangkan. Suatu kehormatan bagiku mendapat undangan makan siang bersama Ibu Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Undangan makan siang ini bertempat di kediaman Ibu Linda sendiri, Kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan pukul 11.30 WIB.
Sekitar pukul 10.30 WIB, aku mendapat kabar dari Kak Susan
“Halo Nita, hari ini kamu ke rumah Bu Menteri, ya? Acaranya jam setengah duabelas”
“Hah?? Ke rumah Bu Menteri, Kak?? Alamatnya dimana??”
“Iya, kamu ke rumah Bu Linda. Ada undangan makan siang bersama. Nanti alamatnya kakak kirimin. Kamu janjian ya, sama Kak Adit, ketemuan dimana gitu. Oiya jangan lupa, promosiin KREATif”
“Oh iya deh, Kak. Nanti aku hubungi Kak Adit”
Ya, begitu singkatnya informasi yang diberikan Kak Susan. Tak lama kemudian, masuklah pesan singkat dari Kak Susan.
Kak Susan
Jalan Panglima Polim III No.146.
Dengan berbekal informasi dadakan yang diberikan oleh Kak Susan, aku berusaha mencari alamat tersebut bersama Kak Adit yang merupakan seorang Penulis Muda Indonesia 2010 (kategori SMA). Aku dan Kak Adit tak henti-hentinya berteleponan. Karena kami berdua sama-sama belum mengetahui rumah Ibu Linda, akhirnya kami berdua bertemu di dekat terminal Blok M.
Menyusuri hiruk pikuk kota Jakarta yang penuh dengan asap kendaraan bermotor, dan kemacetan, aku berusaha untuk sampai di terminal Blok M sebelum pukul 11.30 WIB. Tapi apa daya? Kondisi jalanan yang macet memaksaku untuk tiba di rumah Bu Linda tidak tepat waktu.
Setelah melewati jalanan ibu kota yang sangat macet, aku bertemu kak Adit di dekat terminal Blok M. Karena kami sama-sama tidak tahu rumah Ibu Linda, akhirnya kami naik taksi dari Blok M untuk menuju rumah Ibu Linda.
Tak lama kemudian,kami menemukan rumah Ibu Linda. Perasaan kami sungguh tidak enak, sebab kami tiba di sana pada pukul 12 kurang 10 menit, dan yang membuat perasaan kami lebih tidak enak lagi, kami tiba pada saat bu Linda sedang menyampaikan sambutannya di depan para tamu undangan.
Di hadapan kami saat ini ada dua kursi kosongn untuk tempat duduk kami. Senangnya lagi, aku mendapat 2 teman baru. Percaya atau tidak, satu dari dua orang diantara mereka berumur 13 tahun, tapi postur tubuhnya lebih tinggi dari aku. Hal ini membuatku minder, karena aku berbadan lebih pendek darinya. Ah, tapi aku harus percaya diri.
Ada juga, seorang anak yang bernama Michael, ia merupakan seorang tuna netra, tapi ia sangat pandai memainkan piano. ‘Merinding’ saat melihat ia memainkan lagu “Indonesia Pusaka” dengan pianonya, lagu ini juga merupakan lagu favorit Ibu Linda Gumelar. Bagiku, walaupun Michael tidak bisa melihat keindahan dunia, tapi ia mampu mengindahkan dunia bagi yang melihatnya.
Suatu kehormatan pula bagiku, ketika aku diizinkan mengucapkan harapan-harapanku kepada Ibu Linda.
Aku pun menceritakan kepada Bu Linda tentang hobiku, yaitu menulis. Aku juga memberi tahu Bu Linda mengenai prestasi pertamaku di bidang tulis menulis, yaitu saat aku menerima penghargaan sebagai The Best Indonesian Young Writers 2010, Juni lalu.
Setelah mendengar cerita singkat dariku, Ibu Linda melontarkan sedikit kalimat : “Berarti kamu punya potensi”. Sungguh, kalimat yang diutarakan Bu Linda memacuku untuk terus meraih prestasi.
Bukan hanya aku yang diperbolehkan mengucapkan harapan, tapi Kak Adit, para Pemimpin Muda Indonesia dan anak Indonesia yang lainnya pun boleh.
Ingat pesan Kak Susan, maka setelah selesai acara, Kak Adit memberikan buletin KREATif kepada Ibu Linda. Banyak tamu undangan yang ingin berfoto bersama Bu Linda, sehingga Kak Adit hanya memberikan buletin KREATif, tanpa menjelaskan apa itu KREATif.
Tidak ingin melewatkan kesempatan, aku dan Kak Adit pun berfoto bersama Ibu Linda. Sayangnya, kami berdua tidak membawa kamera. Sehingga, kami tidak membawa oleh-oleh untuk kami bawa pulang. Terpaksa, kami foto menggunakan kamera teman kami.
Tanpa menyesal, kami pun sadar, bahwa kami punya satu oleh-oleh yang kami bawa pulang, yaitu pengalaman makan siang bersama Ibu Menteri. Khususnya aku, rasanya bahagia sekali hari ini aku mendapatkan kesenangan yang berlipat-lipat. Kemarin, aku diundang oleh Bapak Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghadiri Peringatan Hari Anak Nasional. Hari ini, aku diundang makan siang bersama Ibu Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindingan anak. Tak luput dari itu, aku juga senang mendapat teman-teman baru dari Pemimpin Muda Indonesia dan anak Indonesia lainnya. Hari ini adalah pengalaman tak terlupakan untukku.