Halaman

08 Maret 2009

Kemurnian Jiwa Sang Pangeran Kecil

Oleh : Raisa Aurora
Bagaimana orang dewasa memperlakukan anak kecil dan dunia sekitarnya, serta bagaimana anak kecil memandang dunia, menjadi tema menarik yang diangkat Antoine de Saint-Exupéry dalam buku The Little Prince. Sekian banyak hal menarik yang disampaikan Exupéry dalam buku tersebut. Perbedaan mencolok antara orang-orang dewasa dan anak-anak. Apakah tumbuh menjadi dewasa adalah sepenuhnya membuang pandangan kanak-kanak kita pada dunia? Itu patut direnungkan kembali.

Pelajaran pertama saat kita terbawa dalam alunan kisah The Little Prince adalah jangan mengecilkan hati seorang anak. Siapa di antara teman-teman yang pernah punya pengalaman diremehkan oleh orang tua? Atau diremehkan orang-orang dewasa? Pasti ada satu peristiwa kita di masa kecil yang berpengaruh pada kehidupan kita saat ini. Misalnya saat kecil gambar ayam kita ditertawakan oleh bapak, atau puisi kita diacuhkan oleh ibu, padahal sudah susah payah dibuat… tapi masih salah.

Masa kanak-kanak adalah anak tangga pertama seseorang mengenal dirinya, hendak jadi apa, apa yang disukainya, apa yang dibencinya, apa kemampuannya. Ketika seorang anak kecil ditertawakan dengan nada cemooh saat menyanyikan lagu “Balonku”, ia akan berpikir bahwa suaranya buruk, ia merasa malu, dan sadar bahwa dirinya (untuk selamanya) tidak memiliki kemampuan menyanyi. Apalagi jika cemoohan tersebut datang dari orang tuanya sendiri. Seorang anak mungkin tidak akan berkecil hati jika lingkungan luar bertentangan dengan dirinya, selama orang tua si anak membesarkan hatinya. Namun jika peran orang tua disalahgunakan dengan menjadi batu penghalang dan dinding yang membatasi kemampuan si anak, sangat telak akibatnya.

Dalam bukunya si penulis menceritakan pengalaman masa kecilnya, saat ia menggambar ular yang menelan gajah, sementara orang-orang dewasa di sekitarnya mengira gambar tersebut adalah topi. Saat si penulis menerangkan makna gambar buatannya, orang-orang dewasa justru menilai gambarnya tidak masuk akal. Tidak ada ular yang menelan gajah. Dan alih-alih memahami khayalan si penulis, orang-orang dewasa tersebut menganggapnya membuang waktu saja dengan menggambar sesuatu yang tidak masuk akal. Lebih baik pergunakan waktumu dengan mempelajari Sejarah, Matematika dan Geografi, demikian saran mereka. Akhirnya si penulis, dengan sedih membuang impiannya menjadi pelukis, dan belajar Sejarah, Geografi serta Matematika seperti yang disarankan. Namun ia tidak pernah melupakan pengalaman itu.

Kemudian cerita berlanjut melalui pengalaman si penulis terdampar di gurun Sahara setelah pesawatnya jatuh (penulis berperofesi sebagai penerbang), dan ia bertemu dengan Si Pangeran Kecil (The Little Prince). Dalam cerita ini Pangeran Kecil berwujud layaknya anak 10 tahun meski ia berasal dari planet lain, dan sama-sama terdampar di bumi. Selama ini sosok makhluk asing yang berasal dari planet lain digambarkan berbeda 180 derajat dengan manusia, namun Exupéry mengambil sudut pandang lain dengan menggambarkannya sebagai anak-anak biasa, lugu dan penuh khayalan. Ketika dalam perjumpaan pertama si penulis dengan Pangeran Kecil, si Pangeran meminta dibuatkan gambar biri-biri. Setelah si penulis hanya menggambarkan sebuah kotak dan penjelasan bahwa si biri-biri berada dalam kotak tersebut, si Pangeran Kecil mau menerimanya dengan sukacita.

Planet darimana si Pangeran Kecil berada adalah asteroid kecil bernama B 612 yang (dalam cerita ini) dahulu pernah dikemukakan seorang astronomer Turki pada dunia internasional. Namun karena sang astronomer mengungkapkan hasil temuannya dengan mengenakan pakaian nasional Turki, ia diacuhkan. Kemudian ia kembali lagi dengan mengenakan jas resmi, pakaian orang-orang Eropa, dan ia serta hasil temuannya disambut dengan baik.

Cerita ini mengingatkan kita pada pepatah “Jangan menilai buku dari sampulnya”. Memang terdengar klise, namun cerita ini juga bermakna agar kita jangan menilai orang lain sesuai dengan keinginan kita. Si astronomer Turki tidak digubris karena ia tampil dengan mengenakan pakaian nasional Turki. Sementara banyak orang menilai bahwa seorang ilmuwan atau astronomer harus berpakaian resmi dengan jas dan celana panjang. Jika orang tersebut berbeda dari perkiraan kita, maka kita cenderung tidak mau mendengar apa yang diucapkannya.

Penilaian kita terhadap seseorang dipengaruhi seluas apa wawasan yang dimiliki dan sebanyak apa pengalaman yang dirasakan. Wawasan menjadi tolak ukur keingintahuan seseorang, sebesar apa kemampuan seseorang untuk memahami hal baru. Orang-orang seperti ini biasanya mau memahami perbedaan dari orang lain. Mengerti sudut pandang orang lain dalam suatu masalah. Pengalaman juga menunjang kemampuan hati kita untuk menyikapi perbedaan dari orang lain. Jadi otak dan hati bekerja sinergis dalam membuat penilaian yang obyektif.

Selama si penulis berusaha memperbaiki pesawatnya yang rusak di tengah gurun Sahara, si Pangeran Kecil menceritakan pengalamannya mengunjungi beberapa planet sebelum ke Bumi. Ia bertemu dengan orang-orang dewasa dari planet-planet tersebut, dan tidak memahami mereka.

Di suatu kisah ada orang dewasa yang sok berkuasa. Ia menyebut dirinya sebagai Raja dan suka memerintahkan hal-hal konyol. Ia senang akan kekuasaan karena dengan demikian dapat mengatur orang lain dan membuat hidup orang tersebut bergantung padanya. Inilah yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Keinginan untuk menjadi pemimpin agar dapat menentukan tugas bawahannya, bersikap semena-mena tanpa si bawahan mampu menyela karena takut dipecat. Hasrat untuk selalu dijunjung oleh orang lain dan melihat segala hal dari atas. Padahal sosok pemimpin bukan orang yang duduk di kursi yang diangkat ramai-ramai oleh bawahannya, melainkan orang yang bersusah payah mengangkat beban bawahannya. Menjadi pemimpin bukan disediakan melainkan sibuk menyediakan untuk orang lain, sehingga ia mampu melihat dunia dari berbagai arah.

Satu pelajaran lagi yang didapat dari kisah The Little Prince tertuang dalam pengalaman si Pangeran Kecil bertemu rubah. Setibanya di bumi, Pangeran Kecil melihat banyak bunga mawar tumbuh di bumi, sementara di planet asalnya ia hanya memiliki satu mawar yang sangat berharga. Ia dulu mengira bahwa dirinya kaya karena memiliki sekuntum mawar yang cantik, ternyata mawar yang ia miliki hanya mawar biasa yang banyak jumlahnya di bumi. Kekecewaan ini terobati tatkala ia bertemu seekor rubah yang mengajarkan bahwa menghabiskan banyak hal bersama mawar yang ia miliki, membuatnya jauh lebih berharga daripada mawar-mawar lain di bumi. Ini memberikan kesan sendiri bagi saya, bahwa seseorang menjadi berharga dan berbeda dengan orang lainnya di mata kita, karena banyak hal yang telah kita lewati bersamanya.

Memandang kehidupan dengan kemurnian jiwa merupakan sesuatu yang kita terima dari buku ini. Kemurnian jiwa dimiliki oleh anak-anak. “Orang-orang dewasa menyukai angka-angka…” demikian yang ditulis Antoine de Saint Exupery. Lebih sulit menjelaskan arti keindahan dengan rangkaian kata-kata kepada orang dewasa daripada menjelaskan keindahan dari jumlah uang. Orang dewasa sulit dibuat berdecak kagum saat diterangkan mengenai gitar yang terbuat dari kayu mahogany, berwarna merah marun, dengan ukiran bunga di sisi kiri kanannya, dan bila dipetik mengeluarkan suara sebening air. Berbeda jika kita menjelaskan bahwa ada gitar seharga Rp 50 juta, nah orang-orang dewasa akan berpikir gitar itu tampak hebat tanpa tahu bentuknya.

Benarkah tumbuh dewasa berarti mengikis kemurnian jiwa kanak-kanak kita? Sepertinya tidak! Kita bisa tumbuh dewasa, bersikap dewasa, dengan memandang tulus kehidupan. Jangan buat hidup kita begitu sesak, karena akan menjadi sulit untuk menghirup keindahan dan kebaikan di sekitar kita.

Tidak ada komentar: