Halaman

17 Maret 2009

Festival Bau Nyale

Legenda Putri Mandalika

Pada zaman dahulu kala, di bagian selatan Pulau Lombok terdapat sebuah Kerajaan bernama Sekar Kemuning. Dengan rajanya yang sangat bijaksana, rakyat hidup makmur dan sejahtera. Sang raja mempunyai seorang putri bernama Putri Mandalika. Raja dan ratu sangat menyayanginya, mereka mau memberikan apa saja kepada sang putri. Harta, kemewahan dan lain-lain. Namun Putri Mandalika tumbuh menjadi seorang putri yang amat cantik jelita dan juga selalu rendah hati.

Ketika ia beranjak dewasa, kecantikannya membuat para pangeran di Pulau Lombok ingin mempersuntingnya. Putri Mandalika kemudian diberitahu oleh kedua orang tuanya bahwa ada 6 orang pangeran dari 6 kerajaan yang melamarnya. Raja dan Ratu meminta Sang Putri menentukan pilihan siapa dari keenam pangeran itu yang akan menjadi pendamping hidupnya.

Saat itu Putri Mandalika dihadapkan pada sebuah dilema. Di satu sisi dia butuh pendamping hidup dari kalangan yang sama dengannya. Caranya tentu dengan memilih satu di antara keenam pangeran yang sudah melamarnya. Namun, melihat kerasnya keinginan para pangeran untuk mendapatkan dirinya, sang putri khawatir jikalau nantinya terjadi permusuhan yang berakibat pertumpahan darah antar kerajaan di Lombok hanya karena dirinya memilih satu di antara para pengeran tersebut. Jelas ia hanya boleh memilih satu! Sementara para pangeran itu menginginkan dirinya.

Sang Putri akhirnya berdiam diri di istana, berdoa meminta petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Petunjuk jalan mana yang harus dia pilih demi mencegah pertumpahan darah di pulau yang amat dia cintai. Akhirnya setelah sekian lama, sang putri mengumumkan bahwa ia akan memberitahu keputusannya kepada para pangeran yang telah melamarnya pada malam bulan purnama di pantai Seger dan disaksikan oleh seluruh rakyat.

Pada malam bulan purnama, di pantai Seger, Putri Mandalika menepati janjinya. Dengan pengawalan pasukan, sang putri hadir di hadapan seluruh rakyatnya juga keenam pangeran yang telah menanti keputusannya sejak lama. Sang putrid kemudian berdiri di atas sebuah batu yang kemudian dikenal dengan nama Batu Mandalika dan hingga kini masih ada di Pantai Seger, Lombok Tengah. Sang Putri berbicara lantang kepada semua orang yang hadir di sana, kira-kira begini bunyinya,

Wahai rakyatku yang amat aku cintai, beserta keenam pangeran yang juga telah hadir, inilah aku Putri Mandalika, orang yang kalian sayangi, yang kalian inginkan menjadi pendamping hidup. Pada malam yang indah ini, aku ingin mengucapkan bahwa aku mencintai kalian semua tanpa kecuali. Dan oleh karena aku mencintai kalain semua dan karena aku tahu kalian semua juga mencintaiku, aku takkan mungkin memilih satu di antara kalian sebagai pendamping hidupku. Aku tak ingin jika nantinya terjadi pertumpahan darah di pulau ini hanya karena aku memilih satu diantara kalian. Dan untuk mencegah itu semua, aku telah memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa sehingga kalian semua dapat memilikiku, tidak hanya pangeran, namun juga seluruh rakyat Lombok dan seluruh dunia ini. Terimakasih untuk mencintaiku, hiduplah selalu dengan damai tanpa pertumpahan darah! Selamat tinggal

Setelah itu, secara tiba-tiba dan tanpa diduga, sang putri menceburkan diri ke laut. Spontan semua orang yang ada disana terjun ke laut untuk meyelamatkannya. Namun jangankan menyelamatkan, menemukan jazadnya saja tidak. Sang Putri lenyaptak berbekas bak ditelan ombak lautan. Walau demikian, beberapa saat setelah itu dengan kehendak Tuhan, Putri mandalika menepati janjinya. Muncullah pada saat itu ribuan bahkan jutaan cacing laut berwarna-warni yang dipercaya sebagai penjelmaan sang Putri. Cacing-cacing ini kemudian berbondong-bondong ditangkapi oleh rakyat kerajaan dan kemudian dikenal dengan nama nyale. Setiap tahunnya pada sekitar bulan februari dan maret cacing-cacing ini selalu muncul dan para warga sekitar selalu datang berbondong-bondong ke pantai untuk menangkap cacing-cacing itu dan kebanyakan dijadikan lauk, siapapun dapat melakukannya tanpa batasan status. Hal ini berlanjut hingga sekarang dan disebut dengan nama Festival Bau Nyale. Festival ini juga telah menjadi dipromosikan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Maka, sekarang tak hanya warga sekitar pantai Seger yang dapat “memiliki” sang Putri dalam wujud nyale, tetapi juga orang-orang di seluruh Indonesia dan dunia yang berkunjung ke sana pada saat festival.

KREATif Mataram: Gayatri & Metha

Tidak ada komentar: