Halaman

23 September 2011

Flying Fox Tanpa Pengaman Demi Pendidikan

Permainan Flying Fox boleh jadi adalah permainan yang mengasyikan, terutama jika dilakukan saat outbond bersama teman-teman. Namun apa yang terjadi jika Fying fox itu dilaukan di atas ketinggian 150 meter dan dengan panjang kabel hampir 400 meter tanpa perangkat pengaman? Bukanya mengasyikan namun malah mengerikan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKa80k4VwPG26TifA1uyi9NMoHHdEEeRT8hFMaMMgbV4go9BGV82BIFY0aJYFzB1iSZy9VNIbTb7HoVYXBMwiuo9yYXw9GgXZKUdajdTy8T6smGxYN8Z-JNGhfLbf1NHx0brDgjeHdFmc/s1600/bergayut+kesekolah.jpg

Beratnya medan tidak menyurutkan semangat anak-anak di Rio Negro,Kolombia, untuk menuntut ilmu. Setiaphari mereka harus menyeberangi jurang menggunakan seling,layaknya permainan ekstrem flying fox, untuk mencapai sekolah.

PAGI itu, Daisy Mora sibuk memasang tali pengaman yang akan menopang tubuhnya. Tempatnya berdiri terletak di ketinggian 396 meter di atas permukaan laut. Bocah sembilan tahun itu siap meluncur menyeberangi jurang karena dalam beberapa jam ke depan harus masuk sekolah.Daisy tak sendiri. Sang adik, Ja-mid, yang baru berusia lima tahun,juga hendak menyeberang dengan alat transportasi yang menuntut nyali tinggi tersebut. Jamid masih terlalu kecil untuk bergelantungan dengan aman sendirian.

Karena itu, Daisy menempatkan adiknya tersebut dalam sebuah kantong goni yang menopang hampir seluruh badannya. Mereka lalu meluncur bersama. Daisy membantu mengontrol laju kecepatan adiknya menggunakan tongkat kayu.Jangan bayangkan aktivitas Daisy itu seaman permainan flying fox yang didukung peralatan canggih. Seling yang menopang mereka sudah tua dan berkarat. Peralatan kuno yang terbentang sepanjang 800 meter itu harus menopang tubuh warga desa setiap hari. Mereka bergelantungan dengan kecepatan sekitar 64 kilometer perjam.

Selama ratusan tahun, seling itulah jembatan utama warga di sebuah desa di 24 kilometer arah selatan ibu kota Bogota untuk mengakses dunia luar tersebut. Satu-satunya akses warga menuju kota terdekat dengan wilayah terisolasi di Rio Negro itu. Ada 12 kawat yang terbentang di atas jurang curam di antara dua bukit. Adalah Alexander von Hum-boldt, penjelajah asal Jerman,orang Barat pertama yang menganalisis sistem transportasi menggunakan "tali" tersebut pada 1804. Awalnya, tali-tali itu secara tradisional dibuat dari jalinan serat tanaman dan biasa dipasang di sekitar hutan. Sampai hari ini, kabel-kabel tersebut masih menjadi satu-satunya alat transportasi bagi warga yang tinggal di sana.

Sebagaimana diberitakan Dai/v Mail kemarin (22/3), para petani menggunakan alat transportasi tersebut untuk mengirimkan hasil panen dan barang-barang dagangan dari dan menuju kota terdekat Rio Negro terletak di tengah wilayah pegunungan Andes di Anti-oquia Timur. Kota tersebut berada di ketinggian 2.125 meter di atas permukaan laut. Karakteristik wilayah itu dikelilingi perbukitan. Karena itu, sejumlah wilayah masih terisolasi hingga saat ini.

Beberapa bukit ulama yang menghubungkan wilayah pegunungan di Rio Negro, antara lain, Alto Gordo, Alto de Amariles, Alto de Salazar o La Pilastra, Cerro Verde, Alto de Carepeiro, Alto de Pan-tanillo, Cerro Corcovado, dan Cerro del Capiro.Nama resmi Rio Negro adalah Ciudad Santiago de Arma de Rionegro. Sebutan Rio Negro diambil dari sebuah sungai yang menjadi pengenal utama kota tersebut "Rio Negro (Amazon)" Negro River. Terkadang Rio Negro juga disebut Cuna de la democracia atau buaian demokrasi. Sebab, kota tersebut menjadi salah satu kota terpenting pada masa perjuangan kemerdekaan Kolombia. Bahkan, konstitusi Kolombia ditulis di kota itu pada 1886.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV4GT5OxKH0Sckr_KPP4lWaR-Yavu-31hONUZAenPSsmcKE5WXjlf_Jh25pt82wTavgLLyaQqnYpUQ3WxeHRAx5en5bM9UCPo6WfOyDTU_kGM3YTYZQKqnnyf4RMimCqUXRP5Bjz-AbBU/s1600/zipline_to_school_01.jpg https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUSyWU5Sf-54_J364HDQmEW2LdS2ATHTAHUxko9r7CdpQltHO15kSm2AZLoqC6mMSnAMr4dv_Ygi4C3NgYR_LfkMzZ6Mq7s_1thLnYMfhXqzv84w8eGBLVrCZT_FaYN8tYQsOJbLnDvDA/s1600/SEKOLAH+4.jpg

Kabel sepanjang 396 ini menghubungkan dua bukit yang dipisahkan oleh lembah dan sungai yang curam dengan ketinggian 150 meter. Anak-anak di Rio Negro terpaksa menggunakan kabel ini untuk transportasi ke Bukit seberang karena sekolah mereka berada di seberang bukit. karena jika harus memutar lewat jalan darat, maka akan memakan waktu yang banyak (jika menggunakan jalan darat, mereka harus menempuh lebih dari 64 km).

Anak-anak di Rio Negri hanya megandalkan Gantungan Besi Tua serta pegangan kait berbetuk huruf V sebagai penjaga nyawa mereka. Hal ini sudah bisasa dilakukan oleh anak-anak di Rio Negro demi memperoleh pendidikan mereka.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIrJeIc8W95nGGjDl9I-ShC-_SvEGVobLMi1ULPg0DqqC6TjlG1jda_6CbUCnhyJwF5vx9s_9vv1S8kJZAi2awdYjtVdCJJtcSmP13Mqk1e59F572OfvLR8P3QEtjY4z6G9pCF9zSRYus/s1600/SEKOLAH+3.jpg

Lalu, masih inginkah kalian menyia-nyiakan pendidikan kalian. Ingatlah, perjuangan kalian belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan anak-anak Rio Negro demi mendapatkan pendidikan...

[Sumber:http://www.kolakaboy.us & Bataviase.co.id]

Tidak ada komentar: