Halaman

04 Februari 2009

Siwa Ratri, apakah itu?

Siwa Ratri, Apakah itu?
Kebanyakan dari kita hanya mengetahui hari-hari raya Hindu seperti Nyepi dan Galungan. Mengapa? Ini karena kedua hari tersebut diperingati secara meriah dan semarak di sejumlah daerah terutama Bali yang masih kental ke-Hinduannya dan juga Lombok, pulau di sebelahnya. Ya, pengaruh Hindu di Lombok memang masih cukup kental terutama di kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat, mengingat kedua wilayah ini pernah menjadi “commonwealth” Kerajaan Bali selama puluhan tahun. Maka jangan heran jika banyak Pura di sini. Dan dari segi tempat tinggal, penduduk-penduduk yang merupakan ‘imigran’ puluhan tahun dari Bali letak permukimannya selalu berdampingan dengan penduduk asli, suku Sasak.
Salah satu hari raya Hindu (selain Nyepi dan Galungan), yaitu Siwa Ratri juga diperingati di sini. Siwa Ratri jatuh pada Purwaning Tilem sasih Kepitu atau sehari sebelum bulan mati yang ketujuh yang biasanya terjadi pada bulan Januari pada kalender masehi. Dan tahun ini, hari tersebut jatuh pada 24 Januari 2009. Berbeda dengan Galungan yang bersifat suka cita, atau Nyepi yang menyambut tahun baru Saka, Siwa Ratri merupakan ‘Hari Penebusan Dosa’ dengan melakukan 3 macam puasa, yaitu:
1. Tidak berbicara (Mona Brata) selama 12 jam (Pukul 6 pagi sampai pukul 18 sore hari yang sama)
2. Tidak makan dan minum (Upawasa) 24 jam (Pukul 6 pagi sampai pukul 6 pagi esoknya)
3. Tidak tidur (Jagra) 36 jam (Pukul 6 pagi sampai 18 esok sorenya)
Namun, ketiga puasa tersebut bukan ‘harga mati’, sebagai anak apalagi yang baru pertama mencoba, kita diperbolehkan untuk melaksanakan secara bertahap. Yang penting tulus. Apalagi, hari itu tidak termasuk dalam agenda libur nasional, jadi cukup sulit ‘menahan godaan-godaan’ jika kita harus beraktivitas seperti biasa.
Pada Siwa Ratri tahun ini, OSIS bidang Kerohanian Hindu di SMPN 2 Mataram, NTB mengadakan kegiatan ‘menginap’ di Pura Muter untuk melakukan puasa-puasa di atas pada 24 januari malam. Seluruh siswa yang beragama Hindu dari kelas 7 sampai 9 diminta hadir dan melaksanakan Brata alias puasa bersama setelah pukul 18 sore. Tentunya agar teman-teman dan para guru dapat mengikuti lomba-lomba yang telah disediakan panitia yang ‘membutuhkan’ suara kita. Ada lomba Dharma Widya (Cerdas-Cermat Agama), Pembacaan Sloka (‘Ayat-Ayat’ dalam Weda), Dharma Wacana (Ceramah Agama), menghafal doa juga membuat sarana persembahyangan dari daun kelapa. Setiap kelas wajib mengirimkan perwakilan pada setiap lomba. Dan untuk para pemenang, panitia tentu menyiapkan hadiah-hadiah menarik. Lomba-lomba ini membuat kita tidak terlalu berat dalam puasa terutama tidak tidur. Bayangkan jika kita hanya duduk diam selam 36 jam! Ngantuk sekali, bukan?
Setiap tahunnya, Siwa Ratri merupakan hari yang ditunggu-tunggu kehadirannya. Bukan hanya para siswa karena bisa berlomba antar anggota ekstrakulikuler, tapi juga maknanya. Dengan tidak bicara, tidak makan-minum dan tidak tidur, kita diharapkan bisa melatih diri untuk tahan dalam berbagai kondisi hidup yang akhir-akhir ini semakin banyak saja godaannya.
Nah, teman-teman semoga informasi di atas dapat memperkaya wawasan teman-teman tentang agama dan kepercayaan di negeri ini yang bervariasi. Tulisan ini saya buat semata-mata untuk memberi informasi, bukan menggurui atau kepentingan-kepentingan pihak manapun. Informasi adalah hal yang penting. Mungkin masih teringat di benak kita bahwa banyak sekali kerusuhan yang terjadi di negeri ini karena mempermasalahkan perbedaan agama yang dimulai dari hal-hal sepele seperti saling mengejek tradisi atau cara-cara setiap agama. Bahkan membanding-bandingkan agama lain dengan agama sendiri yang tentulah memiliki perbedaan. Mengapa bisa demikian? Ini karena informasi yang salah yang menyebabkan pandangan yang salah juga terhadap hal sesensitif ini. Semoga informasi ini dapat bermanfaat mencegah teman-teman dari tindakan-tindakan merugikan di atas.
KREATif Mataram_Gayatri Kancana Dewi

Tidak ada komentar: