Halaman

15 Agustus 2008

Sambutan dari KREATif Bali

Indonesia. Satu kata yang tak asing di telinga kita dan sudah banyak menjadi perbincangan dimana–mana, bahkan sampai di luar negeri sekalipun. Siapa yang tak kenal Indonesia dengan pesona seribu pulau? Indonesia menawarkan sejuta harapan di tubuh pertiwi ini dengan segala kekayaan yang ia miliki. Mulai dari kekayaan alam, kekayaan budaya sampai bibit–bibit unggul generasi anak bangsa. Apa kabar anak Indonesia? Semoga baik dan sehat selalu. Berbicara tentang anak Indonesia, tak jauh dari kehidupan kita karena kita sendiri juga anak Indonesia. Sebagai anak bangsa, tentunya kita mencintai Indonesia seutuhnya, kita masih terus maju untuk membangun masa depan Indonesia dan membawa Indonesia tampil sebagai yang terbaik di mata dunia kelak.
Apa kata dunia bila permata pertiwi dirusak oleh orang tak bertanggung jawab. Apa karena alasan ekonomi hak–hak permata bangsa dipertaruhkan? Mungkin tak seharusnya begitu. Banyak anak bangsa yang selama ini beralih profesi menjadi tulang punggung keluarga yang sebenarnya masih harus merasakan nikmatnya dunia anak– anak dengan mengenyam pendidikan. Tak begitu banyak orang yang peduli akan pentingnya pendidikan bagi anak–anak mereka. Mereka berdalih bahwa uang adalah segalanya untuk mempertahankan hidup daripada pendidikan yang notabene sekarang malah menjadi momok yang menakutkan karena saking mahalnya biaya. Begitu pelik, antara pendidikan dan perekonomian yang tak akan ada habisnya dan selalu menjadi perdebatan entah dimana ujungnya. Memang benar adanya, tapi tidak lantas menjadikan permata bangsa, menjadi sesorang yang sama sekali tak tersentuh pendidikan. Bagaimanapun juga, mendapatkan pendidikan adalah salah satu hak anak. Setidaknya, mereka tidak dibebankan untuk menanggung kewajiban orangtua mereka. Banyak yang menyalahgunakan keadaan ini. Merekalah orang–orang yang sering mengeksploitasi, lebih tepatnya memperkerjakan anak – anak di bawah umur dan menjadikan mereka para peminta atau banyak yang marak dan lebih keji adalah menjadikan mereka sebagai komoditi yang layak diperjualbelikan kepada para lelaki yang ingin memuaskan nafsu. Itukah gambaran permata bangsa yang terhimpit labirin perekonomian.
Perihatin. Dimana hati nurani mereka?. Pernahkah mereka berpikir akibatnya. Moral yang bobrok dan dengan teganya mereka memperlakukan anak-anak seperti itu. Jangan menyalahkan pemerintah ini dan itu. Sebagai remaja yang peduli akan nasib permata bangsa, mari kita bantu pemerintah untuk menyadarkan masyarakat yang sama sekali tak peduli dengan keadaan ini. Anak–anak yang demikian, tak memiliki daya dan hanya keterpaksaan yang membawa mereka dalam lembah hitam. Bayang – bayang dosa sudah tak dihiraukan lagi, yang terpenting adalah mempertahankan hidup. Orangtua mana yang tak menangis bila mengetahui putri mereka jatuh dalam lembah seperti itu, bujuk rayu dengan imbalan yang menggiurkan dan tentu saja dengan kebohongan. Lebih waspada. Yap, itu yang harus dilakukan. Kalau semua itu terjadi pada permata bangsa, mau dibawa kemana nasib bangsa kita ini? Jadi, sebagai insan yang peduli dengan hal ini harusnya melakukan pendekatan sosial terhadap mereka agar dapat terlepas perlahan dari itu semua.

KREATif-Bali: Noe
Denpasar, 27 Juli 2008

Tidak ada komentar: