Aku duduk mematung di sini
Dengan dua bola mata terpaku pada selembar kain lusuh
Warnanya pudar
Aku batal melihat lebih jauh
Saat tak kutemukan bintangnya bersinar
Bintang itu kian meredup
Kala amarah dan desingan peluru menerjang pertiwi
Namun ujung-ujung senapannya tak jua tertutup
Meski peluh dan darah kini bercampur dalam diri
Dia pernah berjanji
Akan mengganti kain itu pada saatnya
Tapi demi merah putih,
Ia tega mengingkari setianya!
Selamanya,
Kain itu takkan pernah terganti
Selamanya,
Kakek tak kan pernah memiliki sependar bintang
Tak jua sekuntum melati
Karena dentuman salvo itu,
Cuma menyisakan guratan garis brigadir
Yang mati lelah di bahu tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar