Oleh : Gayatri (KREATif, NTB)
Berikut ini hasil wawancara tim KREATif kepada seorang siswa SMP kelas 8. Sebut saja namanya Cacha (nama disamarkan).
Tanya: Pernah nggak kamu merasa stress atau bosan di sekolahmu?
Jawab: Wah, itu sih bukan pernah lagi. Tapi sering banget.
Tanya: Kapan kamu mulai merasa stress atau bosan?
Jawab: Saat SMP kelas satu. Rasanya hidupku ini Cuma bolak-balik denger guru ngoceh, kerjain tugas, PR, tugas kelompok, presentasi, ulangan, dipaksain guru ikut lomba ini-itu, pokoknya nggak ada asyiknya sama sekali!
Tanya: Lho, bukankah itu bagian dari kewajiban kamu sebagai siswa?
Jawab: Kewajiban sih kewajiban, aku tahu. Tapi terkadang guru-guruku kelewat batas. Mereka nggak mikir kita ada tugas lain juga, langsung kasih tugas aja. Mana maunya harus kayak lagunya Andra and The Backbone, sempurna….. gitu.
Tanya: Lalu apa lagi yang bikin kamu stress dan bosan?
Jawab: Tekanan. Guru-guruku selalu memberi tekanan kepada kami untuk harus mendapat nilai yang itu tadi… sempurna. Perlu dicatat bukan motivasi! mana bawa-bawa kakak kelaslah, nama sekolah yang sudah favorit, nama mereka sebagai pengajar seniorlah. Apalagi kalau nanti dekat ujian, dari sekarang kelas dua aja mereka sudah luar biasa nekennya. Bukan memotivasi, ini beda lho!
Tanya: Ada lagi?
Jawab: Wah, banyak. Oya, dari yang aku tahu, guru-guru di sekolahku lagi giat banget ngejer sertifikasi. Mereka kadang nggak ngajar buat ngurusin hal itu, ada juga tugas-tugas portofolio atau powerpoint kami yang diganti namanya dan diakui sebagai hasil kerja mereka. Bahkan ada temanku yang diminta bantuannya untuk membuat tugas sertifikasi lalu nilainya dinaikkan.
Tanya: Kalau masalah lomba bagaimana?
Jawab: Mereka anti banget sama kata tidak bersedia. Mereka selalu mengatasnamakan sekolah, tetapi nggak memperhatikan kondisi kami, terutama secara psikis. Banyak guru yang bahkan cenderung memaksa. Sekolahku juga masih kurang dalam soal apresiasi kepada murid berprestasi, malah mereka cenderung kurang peduli.
Tanya: Bagaimana soal biaya sekolah? Kamu kan sekolah negeri?
Jawab: Ya begitulah, biar katanya sekolah gratis, tapi guru-guru masih saja suka menarik pungutan lain. Ada uang komite, bangunan, seragam, buku, lembar kerja, pokoknya ada-ada saja. Dan jika dijumlah uang-uang tadi tidak sedikit.
Tanya: Kalau soal kualitas guru rata-rata di sekolahmu, berapa kamu beri mereka nilai?
Jawab: C. mereka memang punya gelar berderet, tapi mereka cuma pintar untuk diri sendiri, bukan untuk dibagi pada murid-murid dengan baik . Mereka cenderung tidak menghargai memperhatikan keputusan, pilihan, hak dan kondisi kami terutama psikis yang lelah.
Tanya: Pernahkah kamu dan teman-teman mengungkapkan hal ini pada mereka?
Jawab: Sering sekali.
Tanya: Apa komentar mereka?
Jawab: Begini, “Pindah saja ke sekolah lain kalu tidak mau ribet. Karena sekolah di sini memang harus ribet”.
Tanya: Apa harapan kamu ke depan?
Jawab: Guru diberikan workshop khusus tentang cara mengajar efektif untuk murid (bukan untuk guru karena efektifnya mereka maksudnya lain). Satu lagi, masih workshop tentang psikolog dan hak-hak anak. Satu lagi, kalau workshop pastikan mereka bisa mengaplikasikan ya, karena aku benar-benar berharap somga guru-guru di sekolahku bisa menjadi guru yang patut diteladani, baik, dan ramah anak.
18 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
gw pernah ngobrol,, sama guru SMA di daerah Tangerang..
waktu itu gw ada kerjaan, jadi mesti bolak balik ke sekolah tsbt,,
dengan enaknya salah satu guru perempuan ngomong tapi bukan jelas ditujukan kepada saya,,
katanya :
"gini enaknya jadi guru,, bisa bodoh-bodohin muridnya"
tuz gw langsung bengong..
hello !!
seorang guru ga pantes ngomong gtu..
Posting Komentar