Oleh: Adhiah Juliarti Harahap
( KREATif Bengkulu)
Begitulah suasana AIB (=Anak IPA B) yang heboh, kocak, gokil, dan suka gila-gilaan. Setiap hari memang selalu begitu. Sabtu, 1 Oktober 2008, pelajaran pertama “Pendidikan Agama Islam”, masuk ke Bab Munakahat yang isinya tentang pernikahan. Eh, Si Ucok langsung nanya ke Pak Guru,
“Pak, Gimana tentang bapak-bapak yang nikahin bocah di bawah umur itu? Pantaskah? Kasihan nian! Hehehe…..”
Suasana langsung ricuh.
Pak Guru menjawab,
“Kalau anak itu sudah akil baligh, ya sah-sah saja! Tapi, Eittsss………… (panjang banget dah penjelasannya!)”
Sebenarnya gimana sih teman-teman? Yuk, kita tanya pendapat mereka sehabis pelajaran!
Menjadi Ibu adalah hal yang sangat membanggakan bagi setiap perempuan. Saya, perempuan sederhana, pengharu, susah ditebak, sangat sensitif, penyayang binatang dan anak-anak, pencinta lagu-lagu mallow, pencinta puisi-puisi romantis, pencinta film-film drama yang menguras air mata, dan……….naif! Tapi, apakah saya akan bangga bila memiliki anak dari laki-laki yang istilahnya tidak ada “chemistry” dengan saya? Sekali lagi, SAYA NAIF!
Berita pernikahan seorang lelaki paruh baya berusia 44 tahun, Syekh Pujiono dengan Lutviana Ulfah, bocah berumur 11 tahun 8 bulan, sangat menghentak perasaan saya. Apalagi, kabarnya bapak berjenggot ini akan menikahi pula dua bocah lainnya yang berusia 7 tahun dan 9 tahun. Pemilihan istri yang berusia kanak-kanak ini bertujuan untuk meneruskan usahanya (katanya).
Mengapa Ulfah tidak diadopsi saja jadi anak kesayangan, anak angkat, atau anak asuh? Apa tidak ada jalan lain dengan dalih meneruskan usaha yang menurut saya tidak masuk akal ini. Ulfah anak pintar. Sekolahkan dia setinggi-tingginya untuk meneruskan usaha “Anda”, dan tentunya akan lebih manis jika, “Papa! Aku sayang sama Papa! Papa baik banget!” So sweet…….
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana biduk rumah tangga antara Nyonya Lutviana Ulfah dengan Tuan Syekh Pujiono, “Mas, sudah makan belum? Mas, saya sudah siapkan air hangat untuk Mas mandi. Mas, nanti pulang jam berapa? Mas, nanti mau pake kalung tasbih yang warna apa? Hitam, putih, biru, pink, atau oranye?”
Mengapa pernikahan itu terjadi? Apa mungkin Ulfah mau menikah dan bersedia ikut seleksi ”istri-istri” ini tertarik dengan harta yang melimpah ruah? Apa mungkin Ulfah rela menawarkan harga dirinya, “Bapak, Ibu, saya mau menikah dengan Syekh Puji. Yang punya yayasan itu loh! Yang ngasih zakat 1,3 milyar itu, yang punya usaha kaligrafi yang gede banget itu. Yang punya ini-yang punya itu, ini-itu. Saya mau mondok ke sana.”
Teman-teman yang saya cintai, saya yakin Ulfah tidak begitu. Kalau memang iya, mengapa ia harus menangis di depan teman-temannya, bersedih hati dan merasa berat meninggalkan SMP yang telah ditekuninya selama satu bulan? Hanya untuk dipindahkan ke pesantren yang tak tahunya adalah seleksi ”istri-istrian”. Siapa di balik semua ini? Saya yakin pernikahan ini karena oknum-oknum tertentu. Buktinya orang tuanya membiarkan anak di bawah umur menikah begitu saja tanpa mengerti perasaannya.
Yang lebih mengejutkan lagi, Kamis, 6 November 2008 di Seputar Indonesia, Ulfah berbicara di depan media, ”Saya mencintainya. Saya tak ingin dipisahkan dengannya. Sudahlah, kalian tidak usah memikirkan saya lagi. Saya baik-baik saja. Mohon doanya.”
Bayangkan, anak yang belum genap berusia 12 tahun, apakah sudah terbesit olehnya untuk menikah cepat dan segera berumah tangga. Anak 12 tahun sudah bisa mengucapkan terang-terangan ”Ich Liebe Dich?” (baca: aku cinta kamu). Saya tidak tahu pasti. Tapi, apakah Ulfah diajarkan berbicara dulu oleh oknum-oknum itu sebelum berbicara di depan media? Di usia segitu, saya masih suka membaca komik, nonton film kartun sambil makan cemilan, merengek-rengek minta dibelikan es krim dan coklat kalau di supermarket, berteriak memanggil Ayah dari kejauhan, dan koleksi jepit rambut warna-warni. Tepatnya, si usia 11 tahun 8 bulan saya belum SMP, saya sedang sibuk bimbel untuk mempersiapkan UAN SD, sementara Ulfah menikah di usia itu.
Masa remaja adalah masa yang paling indah dan penuh kenangan. Di mana saat kamu menemukan cinta pertama kamu, first date kamu, dll. Tapi, Ulfah malah menikah siri dan belum sempat menginjak yang namanya usia remaja. Ulfah masih bocah!
Bayangkan, sewaktu kamu membongkar seluruh baju di lemari untuk dicoba di depan kaca, mencoba sepatu yang sesuai, berlatih berbicara dan tersenyum di depan kaca, dan mencatok rambutmu dengan penuh hati-hati, hanya untuk tampil cantik di first date kamu. Sementara Si Ulfah sibuk meladeni ”Mas Puji”nya.
Saya khawatir, pandangan orang-orang tentang Islam bisa menjadi buruk. Islam bisa dianggap sebagai agama yang memaksa dan penuh dengan aturan aneh. Padahal, kita tidak bisa hanya bergantung di satu ayat. Seluruh isi Al Quran mencakup seluruh tatanan kehidupan manusia, sehingga terkait satu sama lainnya. Hanya saja, ini disalah artikan oleh orang-orang yang mengatasnamakan agama. Pernikahan ini seharusnya dilihat dari berbagai aspek, yang tentunya dijelaskan dalam Al Quran. Islam sangat menjunjung tinggi HAM. Islam juga memuliakan derajat wanita. Islam sangat menghargai wanita.
Wanita dijajah pria sejak dulu.
Dijadikan perhiasan sangkar madu.
- Sabda Alam, Rafika Duri-
Saya juga tidak mau jika suatu hari saya mengalami nasib seperti Ulfah. Ini masalah perasaan, dan pernikahan itu untuk selama-lamanya. Menikah mendadak dengan orang yang sangat jauh beda selisih umurnya. Oh, tidak! Meskipun di daerah Ayah saya-Medan, banyak pernikahan antar sepupu. Keluarga mereka merasa bangga jika adanya pernikahan sepupu itu. Saya tidak akan menikah dengan Pariban saya. Saya tidak mau dijodoh-jodohkan, atau dipaksa menikah . Tidak akan ada keputusan menikah di mata saya jika hanya bergantung di satu pihak. Saya hanya akan menikah dengan orang yang sangat saya cintai, orang yang sangat mencintai saya apa adanya, berani memegang komitmen, melewati tawa dan sedih bersama-sama, dan berbagai kenangan terindah dengannya, terutama di saat ia akan meminang saya kelak. Ini bukan zaman Siti Nurbaya!
Katakan pada Mama.
Cinta bukan hanya harta dan tahta.
Pastikan pada semua.
Hanya cinta yang sejukkan dunia.
- Cukup Siti Nurbaya, Dewa 19 –
”Ibu, Ayah, harta bisa dicari. Tapi, cinta dan perasaan tidak ada jualannya di pasar.”
Solusi buat adikku Ulfah:
Apa yang terjadi-terjadilah. Que sera-sera, whatever will be-will be. Que sera-sera. Namun, terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali. Saya punya solusi untuk mengembalikan hak-hak Ulfah sebagai anak Indonesia. KomNas HAM, KomNas Anak, YKAI, UNICEF, Kak Seto, dengerin ya!
Untuk sementara waktu, Ulfah diasingkan dahulu selama beberapa hari oleh Komnas Anak. Pengasingan ini bertujuan untuk menginterogasi Ulfah, apakah dia memang benar-benar ingin menikah atau karena terpaksa. Tentunya hal ini dilakukan dengan pancingan seorang psikolog handal yang bisa menguak rahasia Ulfah. Lalu, tanyakan keinginannya. Apabila Ulfah menikah karena terpaksa, maka Syekh Puji wajib mengembalikan Ulfah kepada orang tuanya. Tapi, jika dirasa orang tua tidak aman bagi Ulfah, maka lembaga anak-anak berkewajiban melindunginya dan menampungnya untuk menjalani hidup normal, bersekolah, guna menghindari intimidasi dari pihak keluarga.
Tapi, jika suatu hari Ulfah dinyatakan positif hamil, maka Ulfah berhak dan berkewajiban merawat dan melahirkan anaknya sampai tiba ia sudah sehat, baru ia boleh melanjutkan sekolahnya.
Jika pada kenyataanya Ulfah memang benar-benar cepat menikah sama orang yang katanya kaya raya itu, ya........apa boleh buat. Kita terima saja apa adanya.
Nah, teman-teman sekalian. Tulisan ini semata-mata saya buat agar tidak akan ada Ulfah-Ulfah lainnya atau Pujiono-Pujiono lainnya. Dan juga agar Pak Puji mengurungkan niatnya untuk menikahi bocah lainnya. Buka mata Anda lebar-lebar. Tataplah dunia ini. Anak butuh perlindungan, bukan kecaman!
Saya tidak tahu persis detail perkaranya. Secara pribadi, saya merinding disko mendengar berita ini. Dua makhluk yang menikah itu super aneh. Wah, bisa-bisa dibilang sok top, mau nikahin bocah di bawah umur, ada dua calon lagi yang berumur 7 tahun dan 9 tahun yang katanya mau dinikahin juga. Nah, pengantin wanitanya masih kecil. Kayak Kakek dan cucu. Kalau ke kondangan, terus ada yang nanya, “Kakek!!! Kakek so sweet…ngajakin cucunya ke kondangan. Sayang cucu banget, ya! Sayang cucu….. Sayang cucu….”
Ya,
Terus, buat Ulfah, perempuan teraneh 2008. Kenapa juga mau kawin sama kakek-kakek jenggotan, udah tua pula. Memang sih kaya, tapi kan Ulfah mesti meladenin + ngurusin itu kakek seumur hidup di saat para remaja lain menikmati masa mudanya. It’s a big deal, right?! Bayangkan kalau ada temannya yang sebaya lagi asyik ngeliat cowok cakep di pantai. Nah!!! Apa yang dia lakukan, saudara-saudara? Ngeberesin rumah dan meladeni kakek Puji. Duh, ngebayanginnya aja males banget. Pokoknya salah kalau Ulfah mengorbankan masa remajanya cuma untuk pernikahan dini.
Tambahan buat Emak dan Bapaknya Ulfah: Masa di saat orang tua di seluruh dunia menginginkan anaknya jadi sarjana, dokter, insinyur, dan lain-lain. Ini orang tuanya malah rela anaknya cepat-cepat kawin sama Kakek Puji. Udah capek-capek ngebesarin anak tujuannya cuma buat dikawinin.
Pokoknya, saya sangat-sangat menentang pernikahan “sarap” ini. Untuk penjelasan lebih detail secara Biologi, Hukum, dan agamanya sudah dibikin sangat rinci sekali banget oleh saudari Dea Rizqi Rohmah “Nevada”.
Saya tidak setuju dengan pernikahan kiyai aneh itu dengan anak berumur 11 tahun 8 bulan itu. Karena ditinjau dari segi manapun, pernikahan tersebut menyalahi kaidah-kaidah yang berlaku.
Ditinjau dari segi Biologi:
Perkembangan organ seksual anak umur ±12 tahun belumlah matang. Walaupun dia sudah mengalami menstruasi atau artinya ovum sudah mulai diproduksi dari tubuh dan siap dibuahi, tetapi organ rahimnya belum terbentuk sempurna. Organ seksual seperti rahim seorang wanita baru terbentuk sempurna ketika berumur ±17 tahun. Terbentuknya kesempurnaan rahim ini membantu jika sang wanita mengalami masa kehamilan dan juga membantu pada saat melahirkan. Jika organ tersebut belum terbentuk sempurna, ditakutkan ada kelainan pada calon bayi. Selain itu, tidak hanya organ seksual yang belum matang, pada umur ±12 tahun dikategorikan masih anak-anak sehingga jiwanya masih berkembang dan belum dewasa. Ditakutkan, jika anak ±12 tahun ini stress karena menikah kemudian mempengaruhi produksi ovumnya sehingga menghasilkan:
22A + XX
22A + O
Yang kemudian kita sebut dengan sindrom turner (kemungkinan calon bayi: wanita perkasa, atau laki-laki kemayu). Akibatnya, calon bayi tersebut terlahir abnormal. Anak berumur 12 tahun belum lah dapat berpikir dewasa mengenai merawat anaknya, apalagi jika anaknya tersebut terlahir abnormal.
Jadi, kesimpulan dari segi Biologi:
- Organ seksual belum matang,
- Mental belum siap,
- Kemungkinan lahir anak cacat.
Dari segi hukum:
Menurut UU yang berlaku, minimal umur seseorang menikah, wanita min. 19 tahun, laki-laki min. 21 tahun. Karena umumnya umur segitu sudah siap menikah secara biologis maupun psikologis.
Dari segi Hak Anak:
Anak umur 12 tahun, berhak untuk mengenyam bangku sekolah. Karena diharapkan dapat menjadi penerus bangsa. Dan untuk wanita, ilmu yang didapat di sekolah itu sangat berguna untuk diajarkan kepada anaknya kelak. “Ibuku, perpustakaan pertamaku”
Tapi, di Indonesia sudah banyak kasus seperti ini, terutama di desa-desa. Mereka lebih memilih menikah daripada sekolah, karena tidak memiliki biaya. Sehingga orang-orang di pedesaan pada umur praremaja sudah mempunyai anak, dan anaknya pun tidak sedikit, karena pada usia pra remaja dapat dikatakan “usia subur”, sehingga jika kita ambil contoh:
6 wanita yang berumur 12 tahun ke atas menikah, kemudian punya anak yang tiap tahun bertambah. Jika di antara tahun 2000-2008 dihasilkan 8 orang anak, maka total keseluruhan anak yang lahir adalah 48 orang. Hal inilah yang menjadi permasalahan utama kepadatan penduduk di
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap anak yang berdampak pada besarnya angka eksploitasi terhadap anak di
Solusinya:
- Kuatkan UU tentang anak:
- mengenai hak-hak anak yang lebih jelas
- batasan-batasannya, dll
- Tanggulangi masalah angka mortalitas yang tinggi teruatama di desa-desa dengan cara memberi lapangan pekerjaan dan pendidikan yang layak.
Jadi, walaupun saya tidak setuju dengan pernikahan itu tetapi bisa dikatakan tidak salah juga Pak Puji menikahinya. Kasus ini hanya satu dari beribu-ribu kasus yang terjadi di
Jika ingin mengadili Pak Puji, adili juga orang-orang lain yang sudah menikah dengan anak umur <15>
Menurut pendapat saya,
Sebenarnya kejadian tersebut tidak terlalu meyalahi aturan, karena dari segi hukum Islam, wanita yang sudah baligh sudah boleh menikah. Meskipun umur Ulfah belum genap 12 tahun, jika ia telah mengalami menstruasi maka pernikahan itu boleh dilakukan. Selain itu juga sudah mendapat persetujuan dari wali atau orang tua.
Namun, apabila dikaji lagi, sebenarnya pada umur tersebut sedang mengalami masa-masa kedewasaan. Baik pria maupun wanita sedang mengalami proses yang labil. Di mana fisik dan metal berkembang dengan pesat sehingga masa-masa ini disebut masa perubahan dari anak-anak menjadi dewasa.
Segi psikologis:
Dilihat dari segi ini, umur di bawah 19 tahun sebenarnya merupakan masa perubahan wanita dan pria. Di mana mereka sedang mencari jati diri mereka masing-masing. Kondisi seperti ini yang sangat rentan terhadap penyimpangan-penyimpangan seksual. Hal ini dikarenakan mereka belum siap untuk melaksanakan sunnah Rasul, yaitu menikah. Apabila pria dan wanita di bawah umur melakukan hubungan seks, maka sangat mempengaruhi kejiwaan mereka karena mereka belum siap menghadapi kemungkinan terburuk usai melakukan hubungan seks. Misalnya, perasaan takut yang berlebihan, timbulnya penyakit kelamin, terutama HIV/AIDS, dan animo masyarakat terhadap mereka.
Mengenai yang terjadi di Pesantren Miftakhul Jannah, saya merasa bahwa Ulfah (pengantin wanita) belum siap untuk menjadi seorang istri karena masih di bawah umur. Bisa dikatakan, dia belum terlalu mengerti tentang perkawinan. Bagi masyarakat, pernikahan antara Syekh Pujiono dan Lutviana Ulfah lebih mirip dengan seorang kakek yang menikahi cucunya sendiri karena selisihnya yang sangat jauh, 32 tahun. Masya Allah, ternyata masih ada di dunia ini orang yang terlalu seperti itu. Bukan saya menampik, tetapi tidak sepatutnya seorang anak yang baru duduk di kelas I SMP menikah. Karena mereka masih mencari jati diri mereka. Hal ini juga sering terjadi di pedesaan, di mana mereka lebih baik menikah di bawah umur daripada sekolah. Mungkin karena di
Segi Hukum
Dilihat dari segi ini, hal tersebut melanggar UU tentang Perlindungan Anak. Hal ini mengacu pada kondisi psikologi anak yang masih labil dan belum tahu seluk beluk pernikahan. Hal ini juga melanggar Hak Asasi Manusia tentang kebebasan karena apabila seorang anak perempuan sudah menikah, maka tanggung jawab bukanlah lagi pada orang tua, melainkan pada suami. Dan ini berarti ruang geraknya dibatasi/sesuai dengan izin suami.
Sebenarnya, orang tua Lutviana Ulfah bisa dituntut karena mereka telah melalaikan kewajiban sebagai orang tua dengan mengizinkan anaknya yang masih di bawah umur untuk menikah. Saya yakin sebenarnya Ulfah tidak mau menikah. Hal ini terbukti ketika dia menangis di depan teman-temannya. Di lain pihak, Syekh Puji juga bisa dituntut karena telah melakukan hal yang tidak pantas pada anak di bawah umur. Walaupun dia melihat dari segi agama diperbolehkan, tetapi dari aspek yang lain, hal itu sangat merugikan Ulfah. Dia akan kehilangan kebahagiaannya sebagai remaja, kehilangan teman-teman sepermainan, dsb.
Sejujurnya, saya tidak setuju dengan pernikahan tersebut walaupun dari segi agama diperbolehkan, tetapi tetap sangat merugikan Ulfah, karena dia tidak siap untuk menjadi seorang istri kakek tua.
Nah, sekian argumen dari teman-teman kita yang ada di Bengkulu, Bumi Rafflesia. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kesalahan, saya mohon maaf. Semoga dengan adanya blog Penulis Muda ini, anak-anak Indonesia lebih dilindungi haknya untuk mengutarakan pendapat sebebas-bebasnya.
Sampai jumpa di lain kesempatan!!!
1 komentar:
Hargai wanita selayaknya Bunga-bunga yang banyak di idamankan semua insan, wanita bukanlah barang yng dapat diperjual belikan.
Terimakasih
Posting Komentar