Halaman

27 Maret 2009

Peringatan Hari Raya Nyepi

KREATif NTB : I.G.A. Gayatri K.D.

Teman-teman, pada tanggal 26 Maret lalu, umat Hindu telah merayakan Hari Raya Nyepi. Yang diawali oleh proses penyucian diri di laut atau sumber air (baca: Melasti atau Mekiis), kemudian pada tanggal 25 Maret, diadakan pula pawai ogoh-ogoh sebagai bagian dari prosesi Nyepi. Ogoh-ogoh secara sederhana merupakan perwujudan daripada setan pengganggu manusia. Di Lombok, Ogoh-ogoh kemudian diarak di jalan-jalan protokol Kota Mataram, lalu kembali ke Banjar (setingkat perkumpulan warga tingkat RW), kemudian dibakar. Setelah itu warga akan melakukan Persembahyangan bersama dan menghaturkan caru(mirip sesajen berupa nasi) dan sesajen buah juga bunga dengan tujuan memohon agar dapat melaksanakan Penyepian dengan baik. Ogoh-ogoh dibakar dengan tujuan mengubah keburukan/ hawa burk menjadi baik agar tak mengganggu prosesi penyepian pada keesokan harinya yang merupakan hari Introspeksi diri bagi umat Hindu.
Acara ini berlangsung semarak namun tertib meski hujan membasahi kota. Walau sempat pula dikhawatirkan bermasalah karena telah memasuki masa Kampanye TerbuakaPemilu, aparat kepolisian yang bersiaga berhasil mengamankan prosesi ini dengan baik dan lancar.

17 Maret 2009

Festival Bau Nyale

Legenda Putri Mandalika

Pada zaman dahulu kala, di bagian selatan Pulau Lombok terdapat sebuah Kerajaan bernama Sekar Kemuning. Dengan rajanya yang sangat bijaksana, rakyat hidup makmur dan sejahtera. Sang raja mempunyai seorang putri bernama Putri Mandalika. Raja dan ratu sangat menyayanginya, mereka mau memberikan apa saja kepada sang putri. Harta, kemewahan dan lain-lain. Namun Putri Mandalika tumbuh menjadi seorang putri yang amat cantik jelita dan juga selalu rendah hati.

Ketika ia beranjak dewasa, kecantikannya membuat para pangeran di Pulau Lombok ingin mempersuntingnya. Putri Mandalika kemudian diberitahu oleh kedua orang tuanya bahwa ada 6 orang pangeran dari 6 kerajaan yang melamarnya. Raja dan Ratu meminta Sang Putri menentukan pilihan siapa dari keenam pangeran itu yang akan menjadi pendamping hidupnya.

Saat itu Putri Mandalika dihadapkan pada sebuah dilema. Di satu sisi dia butuh pendamping hidup dari kalangan yang sama dengannya. Caranya tentu dengan memilih satu di antara keenam pangeran yang sudah melamarnya. Namun, melihat kerasnya keinginan para pangeran untuk mendapatkan dirinya, sang putri khawatir jikalau nantinya terjadi permusuhan yang berakibat pertumpahan darah antar kerajaan di Lombok hanya karena dirinya memilih satu di antara para pengeran tersebut. Jelas ia hanya boleh memilih satu! Sementara para pangeran itu menginginkan dirinya.

Sang Putri akhirnya berdiam diri di istana, berdoa meminta petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Petunjuk jalan mana yang harus dia pilih demi mencegah pertumpahan darah di pulau yang amat dia cintai. Akhirnya setelah sekian lama, sang putri mengumumkan bahwa ia akan memberitahu keputusannya kepada para pangeran yang telah melamarnya pada malam bulan purnama di pantai Seger dan disaksikan oleh seluruh rakyat.

Pada malam bulan purnama, di pantai Seger, Putri Mandalika menepati janjinya. Dengan pengawalan pasukan, sang putri hadir di hadapan seluruh rakyatnya juga keenam pangeran yang telah menanti keputusannya sejak lama. Sang putrid kemudian berdiri di atas sebuah batu yang kemudian dikenal dengan nama Batu Mandalika dan hingga kini masih ada di Pantai Seger, Lombok Tengah. Sang Putri berbicara lantang kepada semua orang yang hadir di sana, kira-kira begini bunyinya,

Wahai rakyatku yang amat aku cintai, beserta keenam pangeran yang juga telah hadir, inilah aku Putri Mandalika, orang yang kalian sayangi, yang kalian inginkan menjadi pendamping hidup. Pada malam yang indah ini, aku ingin mengucapkan bahwa aku mencintai kalian semua tanpa kecuali. Dan oleh karena aku mencintai kalain semua dan karena aku tahu kalian semua juga mencintaiku, aku takkan mungkin memilih satu di antara kalian sebagai pendamping hidupku. Aku tak ingin jika nantinya terjadi pertumpahan darah di pulau ini hanya karena aku memilih satu diantara kalian. Dan untuk mencegah itu semua, aku telah memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa sehingga kalian semua dapat memilikiku, tidak hanya pangeran, namun juga seluruh rakyat Lombok dan seluruh dunia ini. Terimakasih untuk mencintaiku, hiduplah selalu dengan damai tanpa pertumpahan darah! Selamat tinggal

Setelah itu, secara tiba-tiba dan tanpa diduga, sang putri menceburkan diri ke laut. Spontan semua orang yang ada disana terjun ke laut untuk meyelamatkannya. Namun jangankan menyelamatkan, menemukan jazadnya saja tidak. Sang Putri lenyaptak berbekas bak ditelan ombak lautan. Walau demikian, beberapa saat setelah itu dengan kehendak Tuhan, Putri mandalika menepati janjinya. Muncullah pada saat itu ribuan bahkan jutaan cacing laut berwarna-warni yang dipercaya sebagai penjelmaan sang Putri. Cacing-cacing ini kemudian berbondong-bondong ditangkapi oleh rakyat kerajaan dan kemudian dikenal dengan nama nyale. Setiap tahunnya pada sekitar bulan februari dan maret cacing-cacing ini selalu muncul dan para warga sekitar selalu datang berbondong-bondong ke pantai untuk menangkap cacing-cacing itu dan kebanyakan dijadikan lauk, siapapun dapat melakukannya tanpa batasan status. Hal ini berlanjut hingga sekarang dan disebut dengan nama Festival Bau Nyale. Festival ini juga telah menjadi dipromosikan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Maka, sekarang tak hanya warga sekitar pantai Seger yang dapat “memiliki” sang Putri dalam wujud nyale, tetapi juga orang-orang di seluruh Indonesia dan dunia yang berkunjung ke sana pada saat festival.

KREATif Mataram: Gayatri & Metha

15 Maret 2009

KREATif dalam Bakti Sosial SMAN 78

Bakti Sosial merupakan salah satu program rutin OSIS-PK 78 yang setiap tahunnya selalu diadakan. Untuk tahun ini, program bakti sosial dilaksanakan pada 22 Februari 2009 lalu. Acara dilangsungkan di Yayasan Khasanah Kebajikan. Yayasan yang berlokasi didaerah Pos Pengumben-Jakarta Barat ini, selain memiliki panti Asuhan juga membuka TPA bagi anak-anak panti dan juga anak-anak sekitar yang masuk ke dalam golongan ekonomi rendah.
Bakti sosial yang satu ini bisa dibilang sebagai salah satu bakti sosial yang lain daripada yang lain. Serangkaian acara yang disuguhkan tidak semonoton konsep Bakti Sosial yang selama ini orang-orang awam kira. Terdapat berbagai hiburan yang membuat acara ini menjadi menyenangkan. Salah satunya adalah sesi menonton film. Sesi ini diisi dengan menonton film yang telah ditentukan panitia. Film tersebut adalah Wall-E yang dipilih atas pertimbangan kandungan pesan moral yang ada di film tersebut. Pesan moral yang diajarkan yaitu himbauan kepada umat manusia untuk tidak buang sampah sembarangan. Menghibur dan sarat akan makna.
Selain menonton film, terdapat juga sesi utama yang menambah bobot kualitas dari acara ini yaitu sesi pemberian materi tentang Hak Anak yang difasilitasi oleh saya sendiri (Aditya) yang mewakili KREATif.
Menurut saya, hal-hal yang berkaitan dengan Hak Anak seperti itu belum bisa terdengar tidak asing ditelinga masyarakat luas, terutama anak-anak itu sendiri. Salah satu alasan saya bisa beranggapan demikian karena melihat respon anak-anak saat itu yang terlihat asing. Mereka bertanya-tanya materi macam apa ini dan dengan begitu juga mereka menjadi serius mendengarkan materi ini karena penasaran akan apa isinya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua dari anak-anak itu dapat mencerna materi ini, karena memang masih ada beberapa yang umurnya masih terlampau muda.
Sesi penyampaian materi diperkaya oleh Bedah Kasus yang dilakukan diakhir-akhir waktu materi. Bedah kasus yang dimaksud adalah analisa mengenai contoh kasus yang berhubungan dengan materi yaitu Hak Anak. Masing-masing anak(yang bisa baca tulis) diberikan lembaran bedah kasus beserta soal kasus yang harus diisi. Nah, yang menyenangkan dalam bagian ini adalah pada saat mereka berlomba-lomba untuk maju dan menyampaikan jawaban mereka atas soal dari bedah kasus tersebut. Benar-benar menyenangkan karena respon seperti itulah yang saya harapkan dari anak-anak.
Respon baik juga datang dari ketua panitia kegiatan ini yaitu Adam. Mungkin beberapa teman-teman sekalian masih ingat dengan Adam? Ya, Adam adalah ketua panitia peringatan Hari Aids(17/12/08) SMA 78 yang di acara itu KREATif juga turut berpatisipasi.“Materi yang disampaikan sangat cocok untuk disampaikan di kegiatan ini. Karena menurut saya isi materi ini yaitu Hak Anak memang sudah sepantasnya untuk anak-anak pahami terutama anak-anak di panti ini. Kalau bukan di acara ini, belum tentu mereka bisa berkesempatan untuk mendengar tentang ini. Bahkan saya sendiri saja beru pertama kali mendengar tentang hal itu. Target yang pas! Salut untuk KREATif dan sekali lagi terima kasih atas kerjasamanya”, Adam.

Oleh : Aditya Gilank Pratama

08 Maret 2009

Kemurnian Jiwa Sang Pangeran Kecil

Oleh : Raisa Aurora
Bagaimana orang dewasa memperlakukan anak kecil dan dunia sekitarnya, serta bagaimana anak kecil memandang dunia, menjadi tema menarik yang diangkat Antoine de Saint-Exupéry dalam buku The Little Prince. Sekian banyak hal menarik yang disampaikan Exupéry dalam buku tersebut. Perbedaan mencolok antara orang-orang dewasa dan anak-anak. Apakah tumbuh menjadi dewasa adalah sepenuhnya membuang pandangan kanak-kanak kita pada dunia? Itu patut direnungkan kembali.

Pelajaran pertama saat kita terbawa dalam alunan kisah The Little Prince adalah jangan mengecilkan hati seorang anak. Siapa di antara teman-teman yang pernah punya pengalaman diremehkan oleh orang tua? Atau diremehkan orang-orang dewasa? Pasti ada satu peristiwa kita di masa kecil yang berpengaruh pada kehidupan kita saat ini. Misalnya saat kecil gambar ayam kita ditertawakan oleh bapak, atau puisi kita diacuhkan oleh ibu, padahal sudah susah payah dibuat… tapi masih salah.

Masa kanak-kanak adalah anak tangga pertama seseorang mengenal dirinya, hendak jadi apa, apa yang disukainya, apa yang dibencinya, apa kemampuannya. Ketika seorang anak kecil ditertawakan dengan nada cemooh saat menyanyikan lagu “Balonku”, ia akan berpikir bahwa suaranya buruk, ia merasa malu, dan sadar bahwa dirinya (untuk selamanya) tidak memiliki kemampuan menyanyi. Apalagi jika cemoohan tersebut datang dari orang tuanya sendiri. Seorang anak mungkin tidak akan berkecil hati jika lingkungan luar bertentangan dengan dirinya, selama orang tua si anak membesarkan hatinya. Namun jika peran orang tua disalahgunakan dengan menjadi batu penghalang dan dinding yang membatasi kemampuan si anak, sangat telak akibatnya.

Dalam bukunya si penulis menceritakan pengalaman masa kecilnya, saat ia menggambar ular yang menelan gajah, sementara orang-orang dewasa di sekitarnya mengira gambar tersebut adalah topi. Saat si penulis menerangkan makna gambar buatannya, orang-orang dewasa justru menilai gambarnya tidak masuk akal. Tidak ada ular yang menelan gajah. Dan alih-alih memahami khayalan si penulis, orang-orang dewasa tersebut menganggapnya membuang waktu saja dengan menggambar sesuatu yang tidak masuk akal. Lebih baik pergunakan waktumu dengan mempelajari Sejarah, Matematika dan Geografi, demikian saran mereka. Akhirnya si penulis, dengan sedih membuang impiannya menjadi pelukis, dan belajar Sejarah, Geografi serta Matematika seperti yang disarankan. Namun ia tidak pernah melupakan pengalaman itu.

Kemudian cerita berlanjut melalui pengalaman si penulis terdampar di gurun Sahara setelah pesawatnya jatuh (penulis berperofesi sebagai penerbang), dan ia bertemu dengan Si Pangeran Kecil (The Little Prince). Dalam cerita ini Pangeran Kecil berwujud layaknya anak 10 tahun meski ia berasal dari planet lain, dan sama-sama terdampar di bumi. Selama ini sosok makhluk asing yang berasal dari planet lain digambarkan berbeda 180 derajat dengan manusia, namun Exupéry mengambil sudut pandang lain dengan menggambarkannya sebagai anak-anak biasa, lugu dan penuh khayalan. Ketika dalam perjumpaan pertama si penulis dengan Pangeran Kecil, si Pangeran meminta dibuatkan gambar biri-biri. Setelah si penulis hanya menggambarkan sebuah kotak dan penjelasan bahwa si biri-biri berada dalam kotak tersebut, si Pangeran Kecil mau menerimanya dengan sukacita.

Planet darimana si Pangeran Kecil berada adalah asteroid kecil bernama B 612 yang (dalam cerita ini) dahulu pernah dikemukakan seorang astronomer Turki pada dunia internasional. Namun karena sang astronomer mengungkapkan hasil temuannya dengan mengenakan pakaian nasional Turki, ia diacuhkan. Kemudian ia kembali lagi dengan mengenakan jas resmi, pakaian orang-orang Eropa, dan ia serta hasil temuannya disambut dengan baik.

Cerita ini mengingatkan kita pada pepatah “Jangan menilai buku dari sampulnya”. Memang terdengar klise, namun cerita ini juga bermakna agar kita jangan menilai orang lain sesuai dengan keinginan kita. Si astronomer Turki tidak digubris karena ia tampil dengan mengenakan pakaian nasional Turki. Sementara banyak orang menilai bahwa seorang ilmuwan atau astronomer harus berpakaian resmi dengan jas dan celana panjang. Jika orang tersebut berbeda dari perkiraan kita, maka kita cenderung tidak mau mendengar apa yang diucapkannya.

Penilaian kita terhadap seseorang dipengaruhi seluas apa wawasan yang dimiliki dan sebanyak apa pengalaman yang dirasakan. Wawasan menjadi tolak ukur keingintahuan seseorang, sebesar apa kemampuan seseorang untuk memahami hal baru. Orang-orang seperti ini biasanya mau memahami perbedaan dari orang lain. Mengerti sudut pandang orang lain dalam suatu masalah. Pengalaman juga menunjang kemampuan hati kita untuk menyikapi perbedaan dari orang lain. Jadi otak dan hati bekerja sinergis dalam membuat penilaian yang obyektif.

Selama si penulis berusaha memperbaiki pesawatnya yang rusak di tengah gurun Sahara, si Pangeran Kecil menceritakan pengalamannya mengunjungi beberapa planet sebelum ke Bumi. Ia bertemu dengan orang-orang dewasa dari planet-planet tersebut, dan tidak memahami mereka.

Di suatu kisah ada orang dewasa yang sok berkuasa. Ia menyebut dirinya sebagai Raja dan suka memerintahkan hal-hal konyol. Ia senang akan kekuasaan karena dengan demikian dapat mengatur orang lain dan membuat hidup orang tersebut bergantung padanya. Inilah yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Keinginan untuk menjadi pemimpin agar dapat menentukan tugas bawahannya, bersikap semena-mena tanpa si bawahan mampu menyela karena takut dipecat. Hasrat untuk selalu dijunjung oleh orang lain dan melihat segala hal dari atas. Padahal sosok pemimpin bukan orang yang duduk di kursi yang diangkat ramai-ramai oleh bawahannya, melainkan orang yang bersusah payah mengangkat beban bawahannya. Menjadi pemimpin bukan disediakan melainkan sibuk menyediakan untuk orang lain, sehingga ia mampu melihat dunia dari berbagai arah.

Satu pelajaran lagi yang didapat dari kisah The Little Prince tertuang dalam pengalaman si Pangeran Kecil bertemu rubah. Setibanya di bumi, Pangeran Kecil melihat banyak bunga mawar tumbuh di bumi, sementara di planet asalnya ia hanya memiliki satu mawar yang sangat berharga. Ia dulu mengira bahwa dirinya kaya karena memiliki sekuntum mawar yang cantik, ternyata mawar yang ia miliki hanya mawar biasa yang banyak jumlahnya di bumi. Kekecewaan ini terobati tatkala ia bertemu seekor rubah yang mengajarkan bahwa menghabiskan banyak hal bersama mawar yang ia miliki, membuatnya jauh lebih berharga daripada mawar-mawar lain di bumi. Ini memberikan kesan sendiri bagi saya, bahwa seseorang menjadi berharga dan berbeda dengan orang lainnya di mata kita, karena banyak hal yang telah kita lewati bersamanya.

Memandang kehidupan dengan kemurnian jiwa merupakan sesuatu yang kita terima dari buku ini. Kemurnian jiwa dimiliki oleh anak-anak. “Orang-orang dewasa menyukai angka-angka…” demikian yang ditulis Antoine de Saint Exupery. Lebih sulit menjelaskan arti keindahan dengan rangkaian kata-kata kepada orang dewasa daripada menjelaskan keindahan dari jumlah uang. Orang dewasa sulit dibuat berdecak kagum saat diterangkan mengenai gitar yang terbuat dari kayu mahogany, berwarna merah marun, dengan ukiran bunga di sisi kiri kanannya, dan bila dipetik mengeluarkan suara sebening air. Berbeda jika kita menjelaskan bahwa ada gitar seharga Rp 50 juta, nah orang-orang dewasa akan berpikir gitar itu tampak hebat tanpa tahu bentuknya.

Benarkah tumbuh dewasa berarti mengikis kemurnian jiwa kanak-kanak kita? Sepertinya tidak! Kita bisa tumbuh dewasa, bersikap dewasa, dengan memandang tulus kehidupan. Jangan buat hidup kita begitu sesak, karena akan menjadi sulit untuk menghirup keindahan dan kebaikan di sekitar kita.

04 Maret 2009

Segores Cerita Dari Cilincing

Cilincing, jika kita mendengar nama itu yang terbayang oleh kita adalah tempat truk-truk berlalu-lalang yang mengantarkan peti kemas untuk di Import keluar negeri atau memuat barang yang telah di kemas untuk di olah dan di perjual belikan di kota untuk memenuhi kebutuhan warga-warga kota. Bayangkan jika masih ada warga yang dapat tinggal di tempat yang bisa di sebut tidak layak untuk di tinggali oleh masyarakat pada umumya, tempat itu telah tecemari oleh asap-asap truk yang berlalu-lalang hampir setiap hari, tapi masih banyak saudara-saudara kita yang kurang beruntung tinggal di tempat itu, tempat yang seharusnya menjadi rumah bagi truk-truk besar, sekarang menjadi pemukiman yang di tinggali banyak orang. Banyak balita yang masih kurang asupan gizi-nya berada di tempat itu, bayi yang masih rawan sekali terjangkit penyakit tinggal di tempat yang kotor dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah sekitar dan anak-anak usia sekolah menjadi supir Angkot. Itu mereka lakukan bukan karna kemauan mereka sendiri tapi atas desakan okonomi yang terus melonjak dan makin terpuruk. Ternyata pemerintah memang kurang perhatian pada daerah yang terpencil seperti itu, pemerintah hanya memikirkan kota-kota besar sebagai sumber devisa Negara, sedangkan orang yang tinggal di Cilincing menunggu janji-janji yang keluar dari mulut Capres yang mengatakan ini itu saat kampanye, dan sekarang apa buktinya? Hanya janji palsu yang membuat rakyat Indonesia menunggu, menunggu dan menunggu. Bagi mereka janji di ucapkan hanya saat kampanye yang dapa menarik hati-hati warga.
Seharusnya mereka mendapat tempat yang lebih layak untuk di huni, bukan tempat yang seperti itu, dan anak-anak seharusnya mereka mendapat pendidikan yang layak untuk bekal mereka saat dewasa nanti. Pendidikan sangatlah penting untuk bekal di kehidupan mereka yang akan datang.

oleh : Muhammad Akmal